Kamis, 20 Agustus 2009

Pakaian Wanita dlm Shalat

penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah
new1 Wanita dlm Sorotan 14 - Agustus - 2003 07:10:45

Pakaian wanita saat mengerjakan shalat memiliki aturan tersendiri. Tiap wanita hendak memperhatikan pakaian ketika shalat tdk boleh seenak meski shalat dilakukan sendirian.

Di masa jahiliyah kata Ibnu ‘Abbas wanita biasa thawaf di Ka`bah dlm keadaan tanpa busana. Yang tertutupi hanyalah bagian kemaluannya. Mereka thawaf seraya bersyair:
Pada hari ini tampak tubuhku sebagian atau pun seluruhnya
Maka apa yg nampak dari tidaklah daku halalkan

Maka turunlah ayat :
“Wahai anak Adam kenakanlah zinah1 kalian tiap kali menuju masjid”. (Shahih HR. Muslim no. 3028)

Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Dulu orang2 jahiliyah thawaf di Ka`bah dlm keadaan telanjang. Mereka melemparkan pakaian mereka dan membiarkan tergeletak di atas tanah terinjak-injak oleh kaki orang2 yg lalu lalang. Mereka tdk lagi mengambil pakaian tersebut utk selama hingga usang dan rusak. Demikian kebiasaan jahiliyah ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka utk menutup aurat sebagaimana firman-Nya:
“Wahai anak Adam kenakanlah zinah kalian tiap kali shalat di masjid”.

Nabi  bersabda:
“Tidak boleh orang yg telanjang thawaf di Ka`bah”. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi 18/162-163)

Hadits di atas selain disebutkan Al-Imam Al-Bukhari t pada nomor di atas pada kitab Al-Haj bab “Tidak boleh orang yg telanjang thawaf di Baitullah dan tdk boleh orang musyrik melaksanakan haji” disinggung pula oleh beliau dlm kitab Ash-Shalah bab “Wajib shalat dgn mengenakan pakaian.” Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t dlm syarah terhadap hadits di atas dlm kitab Ash-Shalah berkata: “Sisi pendalilan hadits ini terhadap judul bab yg diberikan Al-Imam Al-Bukhari adl bila dlm thawaf dilarang telanjang mk pelarangan hal ini di dlm shalat lbh utama lagi krn apa yg disyaratkan di dlm shalat sama dgn apa yg disyaratkan di dlm thawaf bahkan dlm shalat ada tambahan. Jumhur berpendapat menutup aurat termasuk syarat shalat”.

Al-Imam Asy-Syaukani t berkata dlm tafsirnya: “Mereka diperintah utk mengenakan zinah ketika datang ke masjid utk melaksanakan shalat atau thawaf di Baitullah. Ayat ini dijadikan dalil utk menunjukkan wajib menutup aurat di dlm shalat. Demikian pendapat yg dipegangi oleh jumhur ulama. Bahkan menutup aurat ini wajib dlm segala keadaan sekalipun seseorang shalat sendirian sebagaimana ditunjukkan dlm hadits-hadits yg shahih.” .

Ada perbedaan antara batasan aurat yg harus ditutup di dlm shalat dgn aurat yg harus ditutup di hadapan seseorang yg tdk halal utk melihat sebagaimana ada perbedaan yg jelas antara aurat laki2 di dlm shalat dgn aurat wanita.

Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “Mengenakan pakaian di dlm shalat adl dlm rangka menunaikan hak Allah mk tdk boleh seseorang shalat ataupun thawaf dlm keadaan telanjang walaupun ia berada sendirian di malam hari. mk dgn ini diketahuilah bahwa mengenakan pakaian di dlm shalat bukan krn ingin menutup tubuh dari pandangan manusia krn ada perbedaan antara pakaian yg dikenakan utk berhijab dari pandangan manusia dgn pakaian yg dikenakan ketika shalat”.

Perlu diperhatikan di sini menutup aurat di dlm shalat tidaklah cukup dgn berpakaian ala kadar yg penting menutup aurat tdk peduli pakaian itu terkena najis bau dan kotor misalnya. Namun perlu memperhatikan sisi keindahan dan kebersihan krn Allah  dlm firman-Nya memerintahkan utk mengenakan zinah ketika shalat sebagaimana dlm ayat di atas. Sehingga sepantas seorang hamba shalat dgn mengenakan pakaian yg paling bagus dan paling indah krn dia akan ber-munajat dgn Rabb semesta alam dan berdiri di hadapan-Nya. Demikian secara makna dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah t dlm Al-Ikhtiyarat hal. 43 sebagaimana dinukil dlm Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni‘ 2/145.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t membawakan beberapa syarat pakaian yg dikenakan dlm shalat. Ringkas adl sebagai berikut:
1. Tidak menampakkan kulit tubuh yg ada di balik pakaian
2. Bersih dari najis
3. Bukan pakaian yg haram utk dikenakan seperti sutera bagi laki2 atau pakaian yg melampaui/ melebihi mata kaki bagi laki2 .
4. Pakaian tersebut tdk membuat bahaya bagi pemakainya.

Bagian Tubuh yg Harus Ditutup

Berkata Al-Khaththabi t: “Ulama berbeda pendapat tentang bagian tubuh yg harus ditutup oleh wanita merdeka dlm shalatnya. Al-Imam Asy-Syafi`i dan Al-Auza`i berkata: ‘Wanita menutupi seluruh badan ketika shalat kecuali wajah dan dua telapak tangannya.’ Diriwayatkan hal ini dari Ibnu Abbas dan ‘Atha. Lain lagi yg dikatakan Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam: ‘Semua anggota tubuh wanita merupakan aurat sampaipun kukunya.’ Al-Imam Ahmad sejalan dgn pendapat ini beliau menyatakan: ‘Dituntunkan bagi wanita utk melaksanakan shalat dlm keadaan tdk terlihat sesuatupun dari anggota tubuh tdk terkecuali kukunya’.” 2.

Sebenar dlm permasalahan ini tdk ada dalil yg jelas yg bisa menjadi pegangan kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t. . Oleh krn itu Ibnu Taimiyyah t berpendapat seluruh tubuh wanita merdeka itu aurat kecuali bagian tubuh yg biasa nampak dari ketika di dlm rumah yaitu wajah dua telapak tangan dan telapak kaki.

Dengan demikian ketika seorang wanita shalat sendirian atau di hadapan sesama wanita atau di hadapan mahram dibolehkan bagi utk membuka wajah dua telapak tangan dan dua telapak kakinya. . Walaupun yg lbh utama bila ia menutup dua telapak kakinya.

Dan bila ada laki2 yg bukan mahram mk ia menutup seluruh tubuh termasuk wajah.

Pakaian Wanita di dlm Shalat

Di sekitar kita banyak kita jumpai wanita shalat dgn mengenakan mukena/rukuh yg tipis transparan sehingga terlihat rambut panjang tergerai di balik mukena. Belum lagi pakaian yg dikenakan di balik mukena terlihat tipis tanpa lengan pendek dan ketat menggambarkan lekuk-lekuk tubuhnya. Pakaian seperti ini jelas tdk bisa dikatakan menutup aurat. Bila ada yg berdalih “Saya mengenakan pakaian shalat yg seperti itu hanya di dlm rumah sendirian di dlm kamar dan lampu saya padamkan!” mk kita katakan pakaian shalat seperti itu tdk boleh dikenakan walaupun ketika shalat sendirian tanpa ada seorang pun yg melihat krn pakaian demikian tdk mencukupi utk menutup aurat sementara wanita ketika shalat tdk boleh terlihat bagian tubuh kecuali wajah telapak tangan dan telapak kaki.

Terlebih lagi pelarangan bahkan pengharaman bila pakaian seperti ini dipakai keluar rumah utk shalat di masjid atau di hadapan laki2 yg bukan mahram.

Bila demikian bagaimana sebenar pakaian yg boleh dikenakan oleh wanita di dlm shalatnya?
Permasalahan pakaian wanita di dlm shalat ini datang penyebutan dlm beberapa hadits yg marfu‘ namun kedudukan hadits-hadits tersebut diperbincangkan oleh ulama seperti hadits Aisyah x:
“Allah tdk menerima shalat wanita yg telah haidh kecuali bila ia mengenakan kerudung ”.
Hadits ini kata Al-Hafizh Ibnu Hajar tdalam At-Talkhisul Habir dianggap cacat oleh Ad-Daraquthni krn mauquf- } sedangkan Al-Hakim menganggap mursal .

Ummu Salamah x pernah berta kepada Rasulullah : “Apakah wanita boleh shalat dgn mengenakan dira`3 dan kerudung tanpa izar4?”

Rasulullah menjawab:
“ apabila dira` itu luas/lapang hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya”.

Hadits Ummu Salamah ini tdk shahih sanad baik secara marfu’ maupun mauquf krn hadits ini berporos pada Ummu Muhammad bin Zaid sementara dia rawi yg majhul . Demikian diterangkan Asy-Syaikh Al-Albani dlm Tamamul Minnah hal. 161.

Walaupun demikian ada riwayat-riwayat yg shahih dari para shahabat dlm pemasalahan ini sebagaimana akan kita baca berikut ini.

Abdurrazzaq Ash-Shan‘ani t meriwayatkan dari jalan Ummul Hasan ia berkata: “Aku melihat Ummu Salamah istri Nabi  shalat dgn mengenakan dira‘ dan kerudung.” 5.

Ubaidullah Al-Khaulani anak asuh Maimunah x mengabarkan bahwa Maimunah shalat dgn memakai dira` dan kerudung tanpa izar. 6

Masih ada atsar lain dlm permasalahan ini yg kesemua menunjukkan shalat wanita dgn mengenakan dira‘ dan kerudung adl perkara yg biasa dan dikenal di kalangan para shahabat dan ini merupakan pakaian yg mencukupi bagi wanita utk menutupi aurat di dlm shalat.

Bila wanita itu ingin lbh sempurna dlm berpakaian ketika shalat mk ia menambahkan izar atau jilbab pada dira‘ dan kerudungnya. Dan ini yg lbh sempurna dan lbh utama kata Asy-Syaikh Al-Albani t. Dengan dalil riwayat dari Umar ibnul Khaththab z ia berkata: “Wanita shalat dgn mengenakan tiga pakaian yaitu dira‘ kerudung dan izar.

Jumhur ulama sepakat pakaian yg mencukupi bagi wanita dlm shalat adl dira‘ dan kerudung.

Ibnu Qudamah t mengatakan: “Disenangi bagi wanita utk shalat mengenakan dira` yaitu pakaian yg sama dgn gamis hanya saja dira` ini lebar dan panjang menutupi sampai kedua telapak kaki kemudian mengenakan kerudung yg menutupi kepala dan leher dilengkapi dgn jilbab yg diselimutkan ke tubuh di atas dira`. Demikian yg diriwayatkan dari ‘Umar putra beliau ‘Aisyah Ubaidah As-Salmani dan ‘Atha. Dan ini merupakan pendapat Al-Imam Asy-Syafi`i t beliau berkata: “Kebanyakan ulama bersepakat utk pemakaian dira` dan kerudung bila menambahkan pakaian lain mk itu lbh baik dan lbh menutup.”

Ibnu Taimiyyah t berkata: “Disenangi bagi wanita utk shalat dgn mengenakan tiga pakaian dira` kerudung dan jilbab yg digunakan utk menyelubungi tubuh atau kain sarung di bawah dira` atau sirwal krn lbh utama daripada sarung. Ibnu ‘Abbas c berkata: ‘Wanita shalat dgn mengenakan dira` kerudung dan milhafah.’ ‘Aisyah x pernah shalat dgn mengenakan kerudung izar dan dira` ia memanjangkan izar- utk berselubung dengannya. Ia pernah berkata: ‘Wanita yg shalat harus mengenakan tiga pakaian bila ia mendapatkan yaitu kerudung izar dan dira`.’

Bolehkah Shalat dgn Satu Pakaian?
Di dlm shalat wanita dituntunkan utk menutup seluruh tubuh kecuali bagian yg boleh terlihat walaupun ia hanya mengenakan satu pakaian yg menutupi kepala dua telapak tangan dua telapak kaki dan seluruh tubuh kecuali wajah. Seandai ia berselimut dgn satu kain sehingga seluruh tubuh tertutupi kecuali muka dua telapak tangan dan telapak kaki mk ini mencukupi bagi menurut pendapat yg mengatakan dua telapak tangan dan telapak kaki tdk termasuk bagian tubuh yg wajib ditutup.

Berkata Ikrimah: “Seandai seorang wanita shalat dgn menutupi tubuh dgn satu pakaian/ kain mk hal itu dibolehkan.” .

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t menyatakan: “Ibnul Mundzir setelah menghikayatkan pendapat jumhur bahwa wajib bagi wanita utk shalat memakai dira` dan kerudung beliau berkata: ‘Yang diinginkan dgn pendapat tersebut adl ketika shalat seorang wanita harus menutupi tubuh dan kepalanya. Seandai pakaian yg dikenakan itu lapang/ lebar lalu ia menutupi kepala dgn sisa/ kelebihan pakaian mk hal itu dibolehkan.’ Ibnul Mundzir juga berkata: ‘Apa yg kami riwayatkan dari Atha’ bahwasa ia berkata: ‘Wanita shalat dgn mengenakan dira` kerudung dan izar’ demikian pula riwayat yg semisal dari Ibnu Sirin dgn tambahan milhafah mk aku menyangka hal ini dibawa pemahaman kepada istihbab7.”

Mujahid dan ‘Atha pernah dita tentang wanita yg memasuki waktu shalat sementara ia tdk memiliki kecuali satu baju lalu apa yg harus dilakukannya? Mereka menjawab: “Ia berselimut dengannya.” Demikian pula yg dikatakan Muhammad bin Sirin.

Demikian apa yg dapat kami nukilkan dlm permasalahan ini utk pembaca. Semoga memberi manfaat .

Wallahu ta‘ala a‘lam bish shawab.

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 09 - November - 2004 22:34:32

Cinta tdk cukup utk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda tdk kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yg telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibunda seorang wanita bangsawan Quraisy Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu saat ayah memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibu sang putri yg menawan ini disunting oleh seorang pemuda Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid saudari perempuan Khadijah . Ketika itu Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung utk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu lahir Umamah dan ‘Ali dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha utk menyambutnya. Namun Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yg berbeda…
orang2 musyrik pun mendesak Abul ‘Ash utk menceraikan Zainab namun Abul ‘Ash dgn tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan utk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah terukir peristiwa Badr. dlm pertempuran itu terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan utk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha utk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yg telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yg dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yg ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yg dia berikan lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab “Baiklah wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yg dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash utk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dgn Zainab lalu bawalah dia kemari.”
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam meninggalkan suami yg masih berkubang dlm kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. dlm perjalanan rombongan itu bertemu dgn seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yg diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yg dibawa oleh rombongan musyrikin itu namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah Abul ‘Ash dgn diam-diam menemui istri Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu Zainab radhiallahu ‘anha berseru dgn suara lantang “Wahai kaum muslimin sesungguh aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari berta “Kalian mendengar apa yg aku dengar?” “Ya wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi “Sesungguh aku tdk mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yg baru saja kalian dengar.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putri dan berpesan “Wahai putriku muliakanlah dia namun jangan sekali-kali dia mendekatimu krn dirimu tdk halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab “Sesungguh dia datang semata utk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka “Sesungguh Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui dan kalian telah mengambil harta sebagai fai’ yg diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan mk kalian lbh berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab “Wahai Rasulullah kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yg dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangan dan tdk berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan tiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia berta “Apakah masih ada di antara kalian yg belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab “Semoga Allah memberikan balasan yg baik padamu. Engkau benar-benar seorang yg mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan “Sesungguh aku bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adl hamba dan utusan-Nya! Demi Allah tdk ada yg menahanku utk masuk Islam saat itu kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah hingga bertemu dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm keadaan Islam.
Enam tahun bukanlah rentang waktu yg sebentar. Akhir penantian yg sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercinta Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suami Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu dgn nikah yg dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka ..
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. tdk lama setelah pertemuan itu Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb- pada tahun kedelapan setelah hijrah meninggalkan kekasih utk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yg memandikan jenazah ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Dari terpapar kisah dimandikan jenazah Zainab radhiallahu ‘anha sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazah dibungkus dgn kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi..
Zainab bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha semoga Allah meridhainya..
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber bacaan:
• Al-Isti’ab karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
• Ath-Thabaqatul Kubra karya Al-Imam Ibnu Sa’d
• Mukhtashar Sirah Ar-Rasul karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
• Shahih As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibrahim Al-‘Ali
• Siyar A’lamin Nubala karya Al-Imam Adz-Dzahabi

Sumber: www.asysyariah.com

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 09 - November - 2004 22:34:32

Cinta tdk cukup utk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda tdk kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yg telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibunda seorang wanita bangsawan Quraisy Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu saat ayah memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibu sang putri yg menawan ini disunting oleh seorang pemuda Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid saudari perempuan Khadijah . Ketika itu Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung utk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu lahir Umamah dan ‘Ali dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha utk menyambutnya. Namun Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yg berbeda…
orang2 musyrik pun mendesak Abul ‘Ash utk menceraikan Zainab namun Abul ‘Ash dgn tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan utk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah terukir peristiwa Badr. dlm pertempuran itu terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan utk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha utk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yg telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yg dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yg ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yg dia berikan lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab “Baiklah wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yg dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash utk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dgn Zainab lalu bawalah dia kemari.”
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam meninggalkan suami yg masih berkubang dlm kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. dlm perjalanan rombongan itu bertemu dgn seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yg diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yg dibawa oleh rombongan musyrikin itu namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah Abul ‘Ash dgn diam-diam menemui istri Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu Zainab radhiallahu ‘anha berseru dgn suara lantang “Wahai kaum muslimin sesungguh aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari berta “Kalian mendengar apa yg aku dengar?” “Ya wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi “Sesungguh aku tdk mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yg baru saja kalian dengar.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putri dan berpesan “Wahai putriku muliakanlah dia namun jangan sekali-kali dia mendekatimu krn dirimu tdk halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab “Sesungguh dia datang semata utk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka “Sesungguh Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui dan kalian telah mengambil harta sebagai fai’ yg diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan mk kalian lbh berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab “Wahai Rasulullah kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yg dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangan dan tdk berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan tiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia berta “Apakah masih ada di antara kalian yg belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab “Semoga Allah memberikan balasan yg baik padamu. Engkau benar-benar seorang yg mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan “Sesungguh aku bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adl hamba dan utusan-Nya! Demi Allah tdk ada yg menahanku utk masuk Islam saat itu kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah hingga bertemu dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm keadaan Islam.
Enam tahun bukanlah rentang waktu yg sebentar. Akhir penantian yg sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercinta Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suami Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu dgn nikah yg dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka ..
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. tdk lama setelah pertemuan itu Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb- pada tahun kedelapan setelah hijrah meninggalkan kekasih utk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yg memandikan jenazah ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Dari terpapar kisah dimandikan jenazah Zainab radhiallahu ‘anha sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazah dibungkus dgn kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi..
Zainab bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha semoga Allah meridhainya..
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber bacaan:
• Al-Isti’ab karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
• Ath-Thabaqatul Kubra karya Al-Imam Ibnu Sa’d
• Mukhtashar Sirah Ar-Rasul karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
• Shahih As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibrahim Al-‘Ali
• Siyar A’lamin Nubala karya Al-Imam Adz-Dzahabi

Sumber: www.asysyariah.com

Minggu, 26 Juli 2009

Makam Rasulillah SAW

Makam Rasulillah SAW berada di Madinah.

Rabu, 15 Juli 2009

Nur Muhammad


بسم الله الرحمن الرحيم

نحمده ونصلى على رسوله الكريم

Nur Muhammad Menurut Al-qur’an & Hadits

Adapaun mengenai konsep nur muhammad dijelaskan sebagai berikut :

A. Ayat-ayat Al-qur’an dalil tawassul dan Nur Muhammad

1. Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman:

“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

2. Dalam surat Al-Maidah ayat 35:

‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….”

Keterangan :

Ibnu Taimiyyah disalah satu kitabnya Qa’idah Jalilah Fit-Tawassul Wal-Washilah dalam pembicaraannya mengenai tafsir ayat Al-Qur’an Al-Maidah: 35 menulis: ‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….’ antara lain mengatakan:

“Mencari washilah atau bertawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. hanya dapat dilakukan oleh orang yang beriman kepada Muhammad Rasulallah saw. dan mengikuti tuntunan agamanya. Tawassul dengan beriman dan taat kepada beliau saw. adalah wajib bagi setiap orang, lahir dan bathin, baik dikala beliau masih hidup maupun setelah wafat, baik langsung dihadapan beliau sendiri atau pun tidak. Bagi setiap muslim, tawassul dengan iman dan taat kepada Rasulallah saw. adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat ditinggalkan. Untuk memperoleh keridhoan Allah dan keselamatan dari murka-Nya tidak ada jalan lain kecuali tawassul dengan beriman dan taat kepada Rasul-Nya. Sebab, beliaulah penolong (Syafi’) ummat manusia.

Beliau saw. adalah makhluk Allah termulia yang dihormati dan diagungkan oleh manusia-manusia terdahulu maupun generasi-generasi berikutnya hingga hari kiamat kelak. Diantara para Nabi dan Rasul yang menjadi penolong ummatnya masing-masing. Muhammad Rasulallah saw. adalah penolong (Syafi’) yang paling besar dan tinggi nilainya dan paling mulia dalam pandangan Allah swt. Mengenai Nabi Musa as. Allah swt. berfirman, bahwa Ia mulia disisi Allah. Mengenai Nabi Isa a.s. Allah swt. juga berfirman bahwa Ia mulia didunia dan diakhirat, namun dalam firman-firman-Nya yang lain menegaskan bahwa Muhammad Rasulallah saw. lebih mulia dari semua Nabi dan Rasul. Syafa’at dan do’a beliau pada hari kiamat hanya bermanfaat bagi orang yang bertawassul dengan iman dan taat kepada beliau saw. Demikianlah pandangan Ibnu Taimiyyah mengenai tawassul.

Dalam kitabnya Al-Fatawil-Kubra I :140 Ibnu Taimiyyah menjawab atas pertanyaan: Apakah tawassul dengan Nabi Muhammad saw. diperbolehkan atau tidak? Ia menjawab: “Alhamdulillah mengenai tawassul dengan mengimani, mencintai, mentaati Rasulallah saw. dan lain sebagainya adalah amal perbuatan orang yang bersangkutan itu sendiri, sebagaimana yang di perintahkan Allah kepada segenap manusia. Tawassul sedemikian itu di- benarkan oleh syara’ dan dalam hal itu seluruh kaum muslimin sepen- dapat.”

3. Dalam Surat Al-Baqarah :37, mengenai Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.:

فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ اَنَّهُ هُوَا الـَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.

Keterangan :

Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.. Sebagaimana disebutkan pada firman Allah swt. (Al-Baqarah :37) diatas. Menurut ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Adam as. pada ayat diatas agar taubat Nabi Adam as. diterima ialah dengan menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab: Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili As-Syafi’i halaman 63, hadits ke 89; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui Al-Hanafi, halaman 97 dan 239 pada cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet. Al-Haidariyah; Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’i, jilid 1 halaman 60; Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7, halaman 300 dan Ihqagul Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76. Begitu juga pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu menjelaskan makna surat Al-Baqarah :37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi Adam as. dengan tawassul pada Rasulallah saw.

Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah swt. agar taubatnya bisa diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi Muhammad saw., yang mana beliau belum dilahirkan di alam wujud ini. Untuk mengkompliti makna ayat diatas tentang tawassulnya Nabi Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang berkaitan dengan masalah itu:

Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan hadits yang berasal dari Umar Ibnul Khattab ra. (diriwayat- kan secara berangkai oleh Abu Sa’id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail bin Maslamah, Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut, Rasulallah saw.bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ الله.صَ. : لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمَُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِي,

فَقالَ اللهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ ؟ قَالَ: يَا رَبِّ ِلأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيدِكَ

وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأسِي فَرَأيـْتُ عَلَى القَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُـوْبًا:لإاِلَهِ إلاالله

مُحَمَّدَُ رَسُـولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّكَ لَمْ تُضِفْ إلَى إسْمِكَ إلا أحَبَّ الخَلْقِ إلَيْكَ, فَقَالَ اللهُ

صَدَقْتَ يَا آدَمُ إنَّهُ َلاَحَبَّ الخَلْقِ إلَيَّ اُدْعُنِي بِحَقِّهِ فَقـَدْ غَفَرْتُ لَكَ, وَلَوْ لاَمُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.

“Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.): ‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’ “.

Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalam Khasha’ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala ’ilun Nubuwwah, diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh As-Sabki di dalam Syifa’us Saqam, Al-Hafidz Al-Haitsami mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma’uz Zawa’id jilid V111/253.

Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya berasal dari Ibnu Abbas hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dengan tambahan:

وَلَوْلآ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ وَلآ الجَنَّةَ وَلآ النَّـارَ

‘Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan Adam, tidak menciptakan surga dan neraka’.

Mengenai kedudukan hadits diatas para ulama berbeda pendapat. Ada yang menshohihkannya, ada yang menolak kebenaran para perawi yang meriwayatkannya, ada yang memandangnya sebagai hadits maudhu’, seperti Adz-Dzahabi dan lain-lain, ada yang menilainya sebagai hadits dha’if dan ada pula yang menganggapnya tidak dapat dipercaya. Jadi, tidak semua ulama sepakat mengenai kedudukan hadits itu. Akan tetapi Ibnu Taimiyah sendiri untuk persoalan hadits tersebut beliau menyebutkan dua hadits lagi yang olehnya dijadikan dalil. Yang pertama yaitu diriwayatkan oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi dengan sanad Maisarah yang mengatakan sebagai berikut :

قُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ, مَتَى كُنْتَ نَبِيَّا ؟ قَالَ: لَمَّا خَلَقَ اللهُ الأرْضَ وَاسْتَوَى إلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَما وَا تٍ,

وَ خَلَقَ العَرْشَ كَتـَبَ عَلَى سَـاقِ العَـرْشِ مُحَمَّتدٌ رَسُوْلُ اللهِ خَاتَمُ الأَنْبِـيَاءِ , وَ خَلَقَ اللهُ الجَنَّـةَ الَّتِي أسْكَـنَهَا

آدَمَ وَ حَوَّاءَ فَكـُتِبَ إسْمِي عَلَى الأبْـوَابِ وَالأوْرَاقِ وَالقـِبَابِ وَ الخِيَامِ وَ آدَمُ بَيْـنَ الرَُوْحِ وَ الجَسَدِ,فَلَـمَّا أحْيَاهُ اللهُ

تَعَالَى نَظَرَ إلَى العَـرْشِ , فَرَأى إسْمِي فَأخْبَرَهُ الله أنَّهُ سَيِّدُ وَلَدِكَ, فَلَمَّا غَرَّهُمَا الشَّيْطَانُ تَابَا وَاسْتَشْفَعَا بِإسْمِي عَلَيْهِ

“Aku pernah bertanya pada Rasulallah saw.: ‘Ya Rasulallah kapankah anda mulai menjadi Nabi?’ Beliau menjawab: ‘Setelah Allah menciptakan tujuh petala langit, kemudian menciptakan ‘Arsy yang tiangnya termaktub Muham- mad Rasulallah khatamul anbiya (Muhammad pesuruh Allah terakhir para Nabi), Allah lalu menciptakan surga tempat kediaman Adam dan Hawa, kemudian menuliskan namaku pada pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan khemah-khemahnya. Ketika itu Adam masih dalam keadaan antara ruh dan jasad. Setelah Allah swt .menghidupkannya, ia memandang ke ‘Arsy dan melihat namaku. Allah kemudian memberitahu padanya bahwa dia (yang bernama Muhammad itu) anak keturunanmu yang termulia. Setelah keduanya (Adam dan Hawa) terkena bujukan setan mereka ber- taubat kepada Allah dengan minta syafa’at pada namaku’ ”.

Sedangkan hadits yang kedua berasal dari Umar Ibnul Khattab (diriwayatkan secara berangkai oleh Abu Nu’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj, oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh Ahmad bin Rasyid, oleh Ahmad bin Said Al-Fihri, oleh Abdullah bin Ismail Al-Madani, oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan ayahnya) yang mengatakan bahwa Nabi saw. berrsabda:

لَمَّا أصَابَ آدَمَ الخَطِيْئَةُ, رَفَعَ رَأسَهُ فَقَالَ: يَا رَبِّ بَحَقِّ مُحَمَّدٍ إلاَّ غَفَرْتَ لِي, فَأوْحَى إلَيْهِ, وَمَا مُحَمَّدٌ ؟

وَمَنْ مُحَمَّدٌ ؟ فَقَالَ: : يَا رَبِّ إنَّكَ لَمَّا أتْمَمْتَ خَلْقِي وَرَفَعْتُ رَأسِي إلَى عَرْشِكَ فَإذَا عَلَيْهِ مَكْتُوْبٌ

لإلَهِ إلااللهُ مُحَمَّدٌ رَسُـولُ اللهِ فَعَلِمْتُ أنَّهُ أكْرَمُ خَلْقِـكَ عَلَيْكَ إذْ قَرََرَنْتَ إسْمُهُ مَعَ اسْمِكَ فَقَالَ, نَعَمْ, قَدْ غَفَرْتُ لَكَ ,

وَهُوَ آخِرُ الأنْبِيَاءِمِنْ ذُرِّيَّتِكَ, وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ

“Setelah Adam berbuat kesalahan ia mengangkat kepalanya seraya berdo’a: ‘Ya Tuhanku, demi hak/kebenaran Muhammad niscaya Engkau berkenan mengampuni kesalahanku’. Allah mewahyukan padanya: ‘Apakah Muhamad itu dan siapakah dia?’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menyempurnakan penciptaanku, kuangkat kepalaku melihat ke ‘Arsy, tiba-tiba kulihat pada “Arsy-Mu termaktub Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak itu aku mengetahui bahwa ia adalah makhluk termulia dalam pandangan-Mu, karena Engkau menempatkan namanya disamping nama-Mu’. Allah menjawab: ‘Ya benar, engkau Aku ampuni,. ia adalah penutup para Nabi dari keturunanmu. Kalau bukan karena dia, engkau tidak Aku ciptakan’ ”.

Yang lebih heran lagi dua hadits terakhir ini walaupun diriwayatkan dan di benarkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi beliau ini belum yakin bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar pernah diucapkan oleh Rasulallah saw.. Namun Ibnu Taimiyyah toh membenarkan makna hadits ini dan menggunakannya untuk menafsirkan sanggahan terhadap sementara golongan yang meng- anggap makna hadits tersebut bathil/salah atau bertentangan dengan prinsip tauhid dan anggapan-anggapan lain yang tidak pada tempatnya. Ibnu Taimiy yah dalam Al-Fatawi jilid XI /96 berkata sebagai berikut:

“Muhammad Rasulallah saw. adalah anak Adam yang terkemuka, manusia yang paling afdhal (utama) dan paling mulia. Karena itulah ada orang yang mengatakan, bahwa karena beliaulah Allah menciptakan alam semesta, dan ada pula yang mengatakan, kalau bukan karena Muhammad saw. Allah swt. tidak menciptakan ‘Arsy, tidak Kursiy (kekuasaan Allah), tidak menciptakan langit, bumi, matahari dan bulan. Akan tetapi semuanya itu bukan ucapan Rasulallah saw, bukan hadits shohih dan bukan hadits dho’if, tidak ada ahli ilmu yang mengutipnya sebagai ucapan (hadits) Nabi saw. dan tidak dikenal berasal dari sahabat Nabi. Hadits tersebut merupakan pembicaraan yang tidak diketahui siapa yang mengucapkannya. Sekalipun demikian makna hadits tersebut tepat benar dipergunakan sebagai tafsir firman Allah swt.: “Dialah Allah yang telah menciptakan bagi kalian apa yang ada dilangit dan dibumi ” (S.Luqman : 20), surat Ibrahim 32-34 (baca suratnya dibawah ini–pen.) dan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang menerangkan, bahwa Allah menciptakan seisi alam ini untuk kepentingan anak-anak Adam. Sebagai- mana diketahui didalam ayat-ayat tersebut terkandung berbagai hikmah yang amat besar, bahkan lebih besar daripada itu. Jika anak Adam yang paling utama dan mulia itu, Muhammad saw. yang diciptakan Allah swt. untuk suatu tujuan dan hikmah yang besar dan luas, maka kelengkapan dan kesempurnaan semua ciptaan Allah swt. berakhir dengan terciptanya Muhammad saw.“. Demikianlah Ibnu Taimiyyah.

Firman-Nya dalam surat Ibrahim 32-34 yang dimaksud Ibnu Taimiyyah ialah:

اللهُ الَّذِى خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الاَرْضَ وَاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً َفاَََخْرَجَ بِهِ

مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًالَكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِى البَحْرِ بِاَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ

الاَنْهَارَ َوَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَآتَاكُمْ مِنْ

كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْه وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا اِنَّ الاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki untuk kalian, dan Dia telah menundukkan bahtera bagi kalian supaya bahtera itu dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagi kalian. Dan Dia jualah yang telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar dalam orbitnya masing-masing dan telah menundukkan bagi kalian siang dan malam. Dan Dia jugalah yang memberikan kepada kalian apa yang kalian perlukan/mohonkan. Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, kalian tidak akan dapat mengetahui berapa banyaknya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.(QS Ibrahim :32-34). DAPAT DISIMPULKAN JUGA BAHWA IBNU TAYMIYAH MENGAKUI KONSEP “NUR MUHAMMAD” BAHWA NUR NABI MUHAMMAD ADALAH MAKHLUQ YANG PERTAMA KALI DICIPTAKAN. Dan perhatikan kebiasaan buruk dan kedustaan ibnu taymiyah (mati 721 H) yang mengatakan “tidak ada ahli ilmu yang mengutipnya” padahal imam Thabrani (wafat 360 H) menulisnya dalam al -ausath, Abu Nu’aim (wafat 430 H) dalam Dala’ilun Nubuwwah dsb.


B. Kitab “al-Wafaa bi ahwaalil Musthofa s.a.w.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisy 509 H)
Imam ‘Abdur Rahman bin ‘Ali yang terkenal dengan nama Imam Ibnul Jawzi ulama besar bermazhab Hanbali yang dilahirkan pada tahun 509/510H di Baghdad. Beliau adalah pengarang dan daie yang terkenal yang banyak menyedarkan umat serta ramai yang memeluk Islam di tangannya. Beliau adalah guru kepada Ibnu Qudamah al-Maqdisy yang masyhur itu.Tersebutlah dalam karya beliau yang berjodol “al-Wafaa bi ahwaalil Musthofa s.a.w.” akan kisah penciptaan Junjungan Nabi s.a.w. yakni penciptaan benih asal jasad baginda s.a.w. Kisahnya adalah sebagai berikut:-

عن كعب الأحبار قال: لما أراد الله تعالى أن يخلق محمداً صلى الله عليه وسلم أمر جبريل عليه السلام أن يأتيه فأتاه بالقبضة البيضاء التي هي موضع قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم، فعجنت بماء التَّسْنيم، ثم غمست في أنهار الجنة، وطيف بها في السموات والأرض، فعرفت الملائكة محمداً وفَضْله قبل أن تعرف آدم، ثم كان نور محمد صلى الله عليه وسلم يُرى في غُرَّة جبهة آدم. وقيل له: يا آدم هذا سيد ولدك من الأنبياء والمرسلين.

فلما حملت حواء بشيت انتقل عن آدم إلى حواء، وكانت تلد في كل بطن ولدين إلا شيتاً، فإنها ولدته وحده، كرامة لمحمد صلى الله عليه وسلم. ثم لم يزل ينتقل من طاهر إلى طاهر إلى أن ولد صلى الله عليه وسلم.

Daripada Ka’ab al-Ahbar: ” Tatkala Allah ta’ala berkehendak untuk menciptakan Nabi Muhammad s.a.w., Dia memerintahkan Jibril a.s. untuk membawakan segenggam tanah putih yang merupakan tanah tempat Junjungan Nabi s.a.w. dimakamkan nanti. Maka diulilah tanah tersebut dengan air Tasniim (air syurga) lalu dicelupkan ke dalam sungai-sungai syurga. Setelah itu, dibawakan dia berkeliling ke serata langit dan bumi. Para malaikat pun mengenali Junjungan Nabi s.a.w. dan keutamaan baginda sebelum mereka mengenali Nabi Adam a.s. Ketika nur Junjungan Nabi s.a.w. kelihatan di kening dahi Nabi Adam a.s., dikatakan kepadanya: “Wahai Adam, inilah sayyid (penghulu) keturunanmu daripada para anbiya’ dan mursalin.
Tatkala Siti Hawa mengandungkan Nabi Syits berpindahlah Nur Muhammad tersebut kepada Siti Hawa. Siti Hawa yang biasanya melahirkan anak kembar setiap kali hamil, tetapi pada hamilnya ini dia hanya melahirkan seorang anak sahaja iaitu Nabi Syits kerana kemuliaan Junjungan Nabi s.a.w. Maka sentiasalah berpindah-pindah Nur Muhammad daripada seorang yang suci kepada orang suci yang lain sehinggalah baginda dilahirkan.
C. Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’raawi dalam “Anta tas-al wal Islam yajib”

Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’raawi dalam “Anta tas-al wal Islam yajib” , cetakan Darul Muslim, Qahirah, tahun 1982 / 1402, juzuk 1, mukasurat 41 telah ditanya berhubung an-Nur al-Muhammadiy dan permulaan penciptaan. Soalannya lebih kurang:-

*
Telah warid dalam hadis: “Bahawa Jabir bin ‘Abdullah r.a. telah bertanya kepada Junjungan Rasulullah s.a.w.: “Apa yang awal-awal diciptakan Allah ?”, lalu Junjungan bersabda:”Nur nabimu, wahai Jabir.” Bagaimana disesuaikan/diselarikan hadis ini dengan bahawa seawal makhluk itu Adam dan dia daripada tanah ?

Antara jawapan Syaikh Mutawalli:-

*
Daripada kesempurnaan yang mutlak dan dari segi tabi`ienya, bahawa Allah memulakan penciptaan dengan menciptakan makhluk yang tinggi, kemudian diambil daripadanya akan yang rendah. Tidaklah masuk akal, bahawa diciptakan bahan baku materi / material / unsur tanah (al-maadah ath-thiniyyah) dahulu kemudian baru Dia mencipta daripadanya Muhammad, kerana sesungguhnya insan yang paling tinggi adalah para rasul, dan yang tertinggi daripada mereka adalah Muhammad bin ‘Abdullah.
*
Oleh itu, tidak sah (dikatakan) bahawa diciptakan unsur materi kemudian diciptakan daripadanya Muhammad. Tak dapat tiada bahawa jadilah an-Nur al-Muhammadiy itulah yang wujud dahulu, dan daripada an-Nur al-Muhammadiy timbulnya segala sesuatu, dan jadilah hadis Jabir itu benar……

Jelas daripada jawapan tersebut Syaikh Mutawalli asy-Sya’raawi termasuk ulama yang menerima kebenaran hadis Jabir r.a. Sebenarnya sandaran untuk konsep Nur Muhammad ini bukanlah hanya pada hadis Jabir ini sahaja, tetapi ada lagi hadis-hadis yang dijadikan sandaran. Silalah tuan-tuan rujuk segala kitab karangan ulama kita. Bahkan, jika ada pun yang menolak tsabitnya hadis Jabir, maka tidak bermakna mereka juga menolak konsep Nur Muhammad. Oleh itu selayaknya kita menghormati perbezaan pendapat dengan lapang dada tanpa saling tuduh – menuduh, kerana jari yang kau tuding itu mungkin mencucuk mata para ulama yang kita disuruh memuliakan mereka.

D. Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki rhm. Dalam kitab “al-Fatawa al-Haditsiyyah” mukasurat 206

Ikhwah, aku nukilkan dari karangan-karangan al-Imam al-Faqih, Syaikhul Islam, pemuka ulama Syafi`i mutakhir, Mufti Makkah, sandaran umat, Shohibut Tohfah, Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki rhm. Dalam kitab “al-Fatawa al-Haditsiyyah” mukasurat 206 dinyatakan:-

*
(Dan telah ditanyai) akan orang yang mudah-mudahan Allah memanfaatkan dengannya (yakni Syaikh Ibnu Hajar rhm.) mengenai hadis “Seawal-awal yang diciptakan Allah adalah ruhku dan alam keseluruhannya dicipta daripada nurku, setiap sesuatu kembali kepada asalnya”, siapakah perawinya ?
*
(Maka dijawab) dengan perkataannya:- “Aku tidak mengetahui sesiapa yang meriwayatkannya sedemikian. Dan bahawasanya yang diriwayatkan dia ‘Abdur Razzaq adalah bahawasanya Junjungan s.a.w. bersabda bahawa Allah telah mencipta nur Muhammad sebelum segala sesuatu daripada nurNya.”

Imam besar ini juga dalam syarahnya bagi kitab Syama-il menyatakan antara lain:-

*
….Dan diriwayatkan ‘Abdur Razzaq dengan sanadnya bahawa Junjungan Nabi s.a.w. bersabda: ” Sesungguhnya Allah telah mencipta Nur Muhammad sebelum segala sesuatu daripada nurNya (yakni nur yang dimiliki Allah) lalu dijadikan nur tersebut berputar dengan qudrahNya mengikut kehendak Allah dan belumlah ada pada waktu tersebut loh dan tidak ada qalam”, al-hadis dengan panjangnya (yakni hadis ini ada lagi sambungannya yang panjang………….Maka diketahui bahawasanya seawal-awal sesuatu yang dijadikan secara ithlaq ialah an-Nur al-Muhammadiy, kemudian air, kemudian arsy, kemudian qalam……….

Juga dalam mukhtasar beliau bagi kitab mawlidnya ‘an-Ni’matul Kubra ‘alal ‘alam bi mawlidi Sayyidi Waladi Adam”, beliau menyatakan:-

*
Ketahuilah bahawa Allah ta`ala telah memuliakan nabiNya s.a.w. dengan terdahulu/terawal nubuwwah baginda pada azali lagi. Dan yang sedemikian itu adalah kerana apabila Allah ta`ala berkehendak untuk mewujudkan makhluk, diwujudkanNya (yakni diciptakanNya) al-Haqiqatul Muhammadiyyah dari semata-mata nur sebelum wujud apa-apa ciptaan dari segala makhluk, kemudian diambil daripadanya sekalian alam….

E. Nur Muhammad s.a.w. – 18

Ikhwah, meh kita tengok karangan Tuan Guru Haji Wan Mohd. Shaghir berhubung Nur Muhammad. Aku rekomenkan kat ikhwah agar cari buku “Penutup Perdebatan Islam Alaf Kedua di Dunia Melayu” dan telaahlah dengan teliti. Tuan Guru bukan sahaja cerita pasal Nur Muhammad tetapi juga tentang Martabat Tujuh yang telah ditafsirkan secara songsang oleh geng sebelah. Aku kata jika Nur Muhammad dan Martabat Tujuh seperti apa yang ditafsirkan oleh Dr. Fattah dan geng-gengnya, maka itu memang songsang dan sesat, cuma masalahnya adakah tafsiran dan pemahaman Tuan Dr. tersebut menjadi pegangan para ulama kita ? Atau mereka mempunyai tafsiran yang jauh berbeza dari tafsiran geng-geng tersebut ? Kome kaji le bebetul ye. Seingat akulah, Tuan Guru Haji Daud Bukit Abal pun ada risalah yang membahaskan pegangan atau tafsiran Nur Muhammad yang songsang yang difahami oleh segelintir golongan sesat. Tetapi ini tidak bererti Allahyarham Tuan Guru tersebut menolak konsep Nur Muhammad menurut tafsiran para ulama yang terkemuka. Contohnya mudah sahaja, jika kita tolak tafsiran atau pemahaman rigid puak Wahhabi terhadap Islam atau pemahaman puak Syiah mengenai Islam, bukan ertinya kita menolak Islam, kerana Islam itu bukan semata-mata apa yang ditafsirkan oleh geng anak Pak Wahhab tersebut atau geng Khomeini.
Berhubung Nur Muhammad, Tuan Guru Haji Wan Shaghir membahas dengan panjang lebar, kome carilah bukunya. Antara tulisannya pada halaman 45 – 46 :-

*
….Beberapa orang ulama dunia Islam yang terkenal di antara mereka ada mencatat sanad yang di dalamnya terdapat nama Syeikh Ibnu Hajar al-’Asqalani. Sanad yang tersebut sampai kepada ‘Abdur Razzaq. Ada sanad ‘am mengenai beberapa bidang keilmuan, dan ada pula sanad khash tentang hadis, termasuk hadis Nur Muhammad. Di antara mereka yang mempunyai sanad kepada Syeikh Ibnu Hajar al-’Asqalani (wafat 852H/1448M) ialah: Syeikh Hasan al-Masyath, Saiyid ‘Ali al-Maliki, Syeikh Muhammad Mahfuzh bin ‘Abdullah at-Tarmasi (1285H/1868M – 1385H/1965M), Syeikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid Bogor (1278H/1861M – 1374H/1954M), Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani (1272H/1856M – 1325H/1908M), Saiyid Bakri bin Muhammad Zainal ‘Abidin Syatha, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan…..dan lain-lain.
*
Setelah melalui beberapa nama bertemu pada Syeikh ‘Abdullah asy-Syarqawi (1150H/1737M – 1227H/1821M), ia terima dari Syeikh Muhammad bin Salim al-Hifnawi/Hifni (Syaikhul Azhar 1173H/1715M – 1181H/1767M), ia terima dari ‘Abdul ‘Aziz az-Ziyadi, ia terima dari Syeikh Muhammad al-Babili, ia terima dari Syeikh Najamuddin Muhammad al-’Aithi, ia terima dari Qadhi Zakaria al-Anshari, ia terima dari Syeikh Ibnu Hajar al-’Asqalani (773H/1371M – 852H/1448M), ia terima dari Syeikh Abil Faraj ‘Abdur Rahman al-Ghazzi, ia terima dari Abin Nun Yunus bin Ibrahim ad-Dabbus, ia terima dari Abi Hasan ‘Ali, ia terima dari Muhammad bin Nashir as-Salami, ia terima dari ‘Abdul Wahhab bin Muhammad bin Mandah, ia terima dari Abil Fadhal Muhammad al-Kaukabi, ia terima dari Abil Qasim ath-Thabrani, ia terima dari Ya’qub Ishaq bin Ibrahim al-Mirwazi al-Hanzhali, ia terima dari ‘Abdur Razzaq bin Hammam bin Nafi dengan sanad sehingga sampai kepada Jabir bin ‘Abdullah.

Selain menjawab tuduhan puak-puak menentang kewujudan Nur Muhammad, Tuan Guru turut menyenaraikan beberapa nama ulama terkemuka yang membicarakan Nur Muhammad dalam karangan-karangan mereka, antaranya:-

1.Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani, Sulthanul Awliya`;
2.Syeikh ‘Abdullah ‘Arif;
3.Imam as-Sayuthi;
4.Imam al-Qasthalani;
5.Imam al-Zarqani;
6.Sayyidisy Syaikh Ja’far al-Barzanji;
7.Syaikh Yusuf an-Nabhani;
8.Syaikh Nawawi al-Bantani;
9.Syaikh Nuruddin ar-Raniri;
10.Syaikh ‘Abdur Rauf al-Fansuri / Singkel;
11.Syaikh ‘Abdus Shomad al-Falimbani;
12.Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari;
13.Syaikh Daud al-Fathani;
14.Tuan Guru Haji Ahmad bin Haji Yusuf bin ‘Abdul Halim Kelantan;
15.‘Allamah Abu ‘Abdullah asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilisy;
16.‘Allamah Syaikh Muhammad Bashri al-Manzalawi;
17.Sayyid Utsman bin ‘Abdullah BinYahya;
18.Syaikh Muhammad bin Ismail Daudi al-Fathani;
19.Syaikh Zainal ‘Abidin al-Fathani, Tuan Minal;
20.Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani;
21.Syaikh Utsman bin Syihabuddin al-Funtiani;
22.Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Ali Kudus;

Bagi menutup tulisannya, Tuan Guru menyebut:-

*
Perlulah diperhatikan bahawa dari keterangan di atas terdapat tiga buah hadis dari tiga orang sahabat Nabi Muhammad s.a.w. Mereka ialah: Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib k.w.w.r.a. (wafat 40H/661M), ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. (wafat 68H/687M) dan Jabir bin ‘Abdullah r.a. (wafat 78H/697M). Ada lagi beberapa hadis mengenai Nur Muhammad atau yang sama maksud dengannya, yang berasal dari sahabat yang lain, di antaranya, yang berasal dari: Salman al-Farsi r.a., Abu Zar al-Ghifari r.a., dll, termasuk juga Abu Hurairah r.a.
*
Oleh itu teori para pengkritik hadis Nur Muhammad atau hadis yang sama maksud dengannya, dengan tuduhan melulu dan berbagai-bagai adalah teori yang bersifat khayal.
*
Di antara mereka ada yang mengkhayal bahawa hadis Nur Muhammad adalah doktrin Syi`ah, golongan ini mungkin lebih banyak mempelajari Mazhab Syi`ah atau hidup dilingkungan mazhab itu ketimbang belajar secara mendalam Islam cara tradisional.
*
Yang lain mengkhayal pula, bahawa hadis Nur Muhammad adalah doktrin berasal ajaran Greek ajaran Platonisme, sama dengan yang di atas golongan ini mungkin lebih banyak mempelajari ajaran Greek-Platonisme atau hidup dilingkungan itu ketimbang belajar secara mendalam Islam cara tradisional.
*
Yang lain mengkhayal pula hadis Nur Muhammad adalah doktrin berasal dari ajaran trinitas dalam Kristian.
*
Yang lain pula mengkhayal berasal dari ajaran al-Hallaj, yang lain pula mengkhayal berasal dari Abi Yazid al-Bisthami, dll.
*
Di antara mereka ada menganggap bahawa hadis Nur Muhammad atau hadis yang sama maksud dengannya, adalah hadis maudhu`(hadis palsu). Penilaian mereka juga tidak sepakat atau tidak sependapat kerana selain yang berpendapat hadis maudhu`, dari golongan mereka pula ada yang berpendapat hadis dhaif, dan lain-lain. Sudah maklum bahawa pengertian atau takrif hadis maudhu` dengan hadis dhaif adalah tidak sama. Sesuatu penilaian yang bersifat teori maka bukanlah merupakan hujah atau hukum qath`ie, apatah lagi jika masih terdapat pertentangan atau kontroversi antara yang satu dengan yang lainnya.
*
Oleh itu sekian banyak kitab yang dikarang oleh sekian ramai ulama Ahlis Sunnah wal Jama`ah yang membicarakan hadis Nur Muhammad atau hadis yang sama maksud dengannya, perlu mendapat pembelaan.

Allahumma sholli wa sallim ‘ala Nuril Anwar.

F. Quthubul Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi rhm. dalam mawlidnya “Simthud Durar”

Quthubul Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi rhm. dalam mawlidnya “Simthud Durar” menulis antara lain:-

*
……Telah sampai kepada kami dalam hadits-hadits yang masyhur, bahawa sesuatu yang mula pertama dicipta Allah ialah nur yang tersimpan dalam pribadi ini (yakni Junjungan Nabi s.a.w.). Maka nur insan tercinta inilah makhluk pertama muncul di alam semesta, daripadanya bercabang seluruh wujud ini, ciptaan demi ciptaan, yang baru datangnya ataupun yang sebelumnya (yang yang terlebih dahulu datangnya dari yang kemudian).
*
Sebagaimana diriwayatkan Abdur Razzaaq dengan sanadnya sampai kepada Jaabir bin ‘Abdullah al-Anshaari (semoga ridha Allah atas keduanya): “Bahawasanya ia pernah bertanya: “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, Beritahukanlah kepadaku tentang suatu yang dicipta Allah sebelum segalanya yang lain (yakni sebelum segala makhluk yang lain). Jawab baginda: “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah telah menciptakan nur nabimu Muhammad s.a.w. dari nurNya sebelum sesuatu yang lain.”

Ikhwah, jika dikatakan bahawa Allah menciptakan nur Muhammad ini daripada nurNya, maka yang dimaksudkan di sini adalah nur yang menjadi milik Allah, bukannya sebahagian daripada zat Allah yang Maha Suci dan Maha Esa daripada berjuzuk-juzuk dan berpisah-pisah. Inilah yang dikatakan idhafah tasyrifiyyah iaitu suatu sandaran untuk memuliakan sesuatu. Sama seperti kita sandarkan bait (rumah) kepada Allah seperti BaitUllah (rumah Allah) atau ka’baatUllah (ka’bah Allah) dan sebagainya. Sebahagian golongan tersesat kerana beranggapan bahawa nur Muhammad ini asalnya adalah sebahagian dari zat Allah kerana beranggapan bahawa nur itu adalah sebahagian daripada zat Allah. Ini menjadikan pegangan mereka seumpama pegangan nasrani terhadap ketuhanan Nabi Isa a.s. Jelas ini bukanlah pegangan kita Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Kita berpegang bahawa Nur Muhammad ini adalah makhluk yang diciptakan Allah dan tidak lebih daripada itu walau betapa hebat dan agungnya ciptaan ini.

Apa yang jelas, para ulama daripada kalangan habaib Bani ‘Alawi pada umumnya menerima dan berpegang dengan hadits tersebut sebagaimana termaktub dalam karya Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi yang termasyhur “Simthud Durar” yang menyatakan sebagai berikut:-

G. ”Sabilul Iddikar wal I’tibaar” karangan Imam al-Haddad

Posting kali ini aku hendak memperkenalkan ikhwah kepada karangan Imam al-Haddad yang masyhur dengan jodol “Sabilul Iddikar wal I’tibaar“. Satu karangan yang cukup bernilai. Karangan yang membicarakan dan memperjelaskan mengenai fasa-fasa kehidupan yang telah dan akan dilalui oleh seseorang insan bermula di alam arwah sejak dari penciptaan Nabi Adam a.s. sehinggalah ke kehidupan yang kekal abadi di Syurga atau di neraka (moga-moga Allah jadikan kita sekalian dan ibubapa kita dari kalangan ahli syurga dan bukannya ahli neraka, aaaamiiin). Kitab ini telah diterjemahkan dalam Bahasa Melayu oleh almarhum Habib Ahmad BinSemait rhm. dengan jodol “Peringatan Tentang Umur Insan” dalam edisi Rumi dan Jawi. Juga diterjemahkan dalam Bahasa Inggeris oleh Dr. Mostafa al-Badawi (murid Habib Ahmad Masyhur al-Haddad rhm.) dengan jodol “The Lives of Man“.
Di sini aku nak nukilkan sedikit tulisan Imam ini berhubung Nur Muhammad s.a.w., di mana dinyatakan pada halaman 16:-

Dan telah diriwayat bahawasanya Nabi Adam a.s. pernah mendengar Nur Junjungan Rasulullah s.a.w. bertasbih di tulang belakangnya (di sulbinya yakni pada ketika itu Nur Muhammad atau roh Junjungan Nabi s.a.w. berada dalam sulbi Nabi Adam a.s.) seperti bunyi kibasan burung. Maka tatkala Siti Hawa mengandungkan puteranya Nabi Syits alaihimas salam, nur itu berpindah kepada Siti Hawa, kemudian kepada Nabi Syits a.s. pula. Kemudian berterusan nur tersebut berpindah-pindah kepada sulbi-sulbi yang suci dan rahim-rahim yang cemerlang, sehingga lahir Junjungan Rasulullah s.a.w. daripada (pernikahan) kedua ibubapa baginda yang mulia. Tidaklah pernah terkena Junjungan Rasulullah s.a.w. akan sesuatu kekotoran jahiliyyah dan kekejiannya, walaupun ketika itu berlaku pada kalangan mereka (yakni kalangan umat-umat terdahulu) pernikahan-pernikahan yang dianggap batil, maka Allah telah mensucikan baginda daripadanya, sebagaimana disabdakan baginda ‘alaihis sholatu was salam: “Aku dilahirkan daripada nikah dan bukan daripada perzinaan.”

Sayyidina Ibnu ‘Abbas r.’anhuma dalam mentafsirkan firman Allah ta`ala:
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

menyatakan bahawa maksud ayat tersebut ialah berpindah-pindahnya (nur/ruh) Junjungan Nabi ‘alaihis sholatu was salam daripada sulbi seorang nabi kepada nabi yang lain seperti Nabi Ismail, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Syits dan Nabi Adam ‘alaihimus salam. Dalam hal ini (yakni dalam hal berpindah-pindahnya nur/roh Junjungan Nabi s.a.w. daripada sulbi seorang nabi kepada sulbi nabi yang lain) tidaklah ada khilaf padanya.
َ
H. Nur Muhammad 20 – Syaikh Wan `Ali Kutan
Syaikh Wan ‘Ali bin Wan `Abdul Rahman bin Wan `Abdul Ghafur al-Kelantani atau lebih dikenali dengan gelaran Syaikh Wan `Ali Kutan, adalah ulama terkenal kelahiran Kelantan dan mengajar di Masjidil Haram Makkah. Beliau adalah gurunya para ulama kita terdahulu seperti Syaikh Muhammad Yusuf bin Ahmad (Tok Kenali), Syaikh Ahmad bin Muhammad Said al-Linggi ( mufti pertama Negeri Sembilan, Syaikh `Abdullah Fahim (mufti pertama Pulau Pinang), Syaikh Ismail bin Haji Senik (Tok Kemuning), Syaikh `Uthman bin Haji Muhammad (Tok Bachok), Dato` Laksamana Haji Muhammad bin Haji Muhammad Said Khatib, Dato` Perdana Menteri Paduka Raja Haji Nik Mahmud bin Ismail. Tuan Guru Haji Wan Muhammad Shoghir telah menulis biografi beliau dan ikhwah bolehlah mencari tulisan beliau tersebut atau baca di laman saudara MuhibMahbub.
Antara karya Syaikh Wan `Ali Kutan yang masyhur dan tersebar luas adalah kitab “al-Jawharul Mawhub wa Munabbihaatul Quluub“. Pada mukaddimah kitab tersebut beliau memuji-muji Allah antara lain kerana Dia telah mencipta daripada nurNya (yakni nur yang menjadi miliknya) akan nur kekasihNya Junjungan Nabi Muhammad SAW 2,000 tahun sebelum diciptakanNya Nabi Adam AS, lalu diciptakan daripada nur kekasihNya tersebut segala sesuatu daripada arsy sehinggalah ke bumi. Penciptaan segala sesuatu daripada Nur Muhammad itu boleh difahami dengan erti bahawa penciptaan segala yang ada ini adalah dikeranakan oleh penciptaan nur Junjungan SAW yang merupakan seawal-awal makhluk yang dijadikan Allah. Silalah ikhwah semak segala entri yang sudah-sudah berhubung nur Muhammad SAW, antaranya kepada pernyataan Tok Syaikh Isma`il bin ‘Abdul Qadir al-Fathani (Pak Da `Eil al-Fathani) yang menyebut dalam nota no.4 di tepi kitab karangannya yang berjodol “Tabshiratul Adaani bi alhaan Bakurah al-Aamaani” mukasurat 9, antara lain:-

* …. Adapun barang yang termasyhur bahawasanya dijadikan beberapa banyak alam ini daripada Nur Nabi kita s.a.w., maka yang zahir bagi hamba bahawasanya bukanlah dijadikan suku-suku nur itu akan alam, hanya dimulakan dia daripadanya dan dijadikan dia dengan sebabnya.

Oleh itu sebelum memberikan tafsiran-tafsiran yang entah apa-apa atau menolak mentah-mentah segala yang berkaitan dengan Nur Muhammad, eloklah lihat dan kaji tafsiran dan pandangan para ulama kita yang terdahulu. Dan jika pun tidak bersetuju, maka janganlah bersikap fanatik yang hanya mau benar sendiri dalam isu yang boleh dianggap sebagai khilaf yang diiktibar pada kalangan ulama, kerana di samping terdapat ulama yang menolaknya, wujud ramai lagi ulama yang menerimanya. Jadi bertasamuhlah, jangan bermudah-mudah menuduh syirik, karut dan khurafat.

History




The Ahmadiah Idrisiah Tariqah is a tariqah that emerged and centred in Asir,(Arab Saudi) in the 19th century. It was founded by Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris 'Ali al-Mashishi al-Yamlakhi al-Hasmi radhiAllahu 'anhu.

Since young Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu was educated in an environment that is filled with zuhud and knowledge and he had trained and thought many well known scholars and sufi masters in his era. Based on the education background of Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu, it is clear that he had inherited knowledge which are encompassing, especially in hadith, tafsir, fiqh (4 mazhab) dan tasawwuf. If we scrutinised the chain of transmissions that were obtained from world reknowned scholars like al-Muhaddith Shaykh Yasin al-Fadani radhiAllahu 'anhu, Shaykh Sayyid Abbas ibn Abdul Aziz al-Maliki radhiAllahu 'anhu, al-Muhaddith Tuan Shaykh Sayyid Muhammad ibn ‘Alwi al-Maliki radhiAllahu 'anhu and others, we will find the name of Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu among those that are listed in their chain of transmission. Also, Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu is well known to narrate the Musalsal Hadiths and obtained the chain of transmission of ‘Aali [1], for example, the length chain of transmission between Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu and Imam al Bukhari radhiAllahu 'anhu includes onlyi 9 narrators.

Shaykh Yasin al-Fadani Sayyid Muhammad 'Alawi al-Maliki Sayyid Abbas ibn Abd 'Aziz Al-Maliki

Besides possessing the knowledge of al-Quran, Hadiths,Tafsir, Aqidah dan Fiqh, As Shaykh also studied the knowledge of tasawuf until he got the authorisation from Tuan Shaykh Sayyid Abu Al-Mawahib Abdul Wahhab at-Tazi radhiAllahu 'anhu to spread this knowledge as a sufi master of the Khidriah Tariqah. His other spiritual master in the field of tasawuf includes Shaykh Abdul Qosim Al-Wazir radhiAllahu 'anhu(Syaziliah Tariqah ) dan Shaykh Hasan Al-Qina’i (Khalwatiah Tariqah ) radhiAllahu 'anhu.[2]

Here we acknowledge that Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu had mastered and taught various Tariqah. The tariqahs that he had inherited includes Naqshabandiah Tariqah, Qadiriah Tariqah, amongst others.[3]

Also, it was narrated by Shaykh Muhammad bin Ali as-Sanusi radhiAllahu 'anhu that during his understudy with Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu, besides the Khidiriah Tariqahin, As Shaykh had taught him other Tariqahs namely, the Nasiriah Tariqah, Naqsyabandiah Tariqah, Uwaysiah Tariqah, Suhrawardiah Tariqah, Shadziliah Tariqah, Hatimiyazamqiah Tariqah dan QadariahTariqah, until Shaykh Muhammad As-Sanusi radhiAllahu 'anhu regards him as "Qutb". [4]

Yusuf bin Ismail al-Nabhani author of kitab Jami' Karamat al-Auliya, pictured Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu as a Shaykh who manage to synergise and master both outward knowledge(syari'ah) and inward knowledge(tasawuf). He also acquired and submerged himself in the knowledge of al-Quran dan Hadiths through Kasyf(spiritual acquisition).

Al-‘Arif billah Tuan Shaykh Sayyid Muhammad al-Sanusi radhiAllahu 'anhu named this tariqah as al-Tariqah al-Muhammadiah. He said “I transmitted this al-Tariqah al-Muhammadiah ini from various transmission. The highest transmission that we acquired is from our shakyh Qutb al-‘Arifin Imam al-Muhaqqiqin Maulana Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu…”[5]

The great significance about this tariqah is that it was acquired and transmitted directly from Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam in all aspects. Every spiritual works that are taught and practiced in this tariqah is regarded as an inheritance and transmission from Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam and his Sunnah.

And our Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu named this tariqah by the name of Ahmadiah, which is named after him – may Allah purify his soul – because Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam specifically taught him this tariqah with the zikir and spiritual works that are complete, prayers that move hearts and sources which are aplenty.[6]

Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu acquired the knowledge of this Tariqah directly from Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam [7]. In the meeting (termed as 'suri') between Shaykh Sayyid Ahmad bin Idris radhiAllahu 'anhu with Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam, Khidr 'alaihis salam the prophet, was also present. Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam instructed Saiyidina Khidr 'alaihis salam to teach Shaykh Sayyid Ahmad radhiAllahu 'anhu the verses from the zikir of the Syaziliyah Tariqah. After that, Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam instructed prophet Khidr 'alaihis salam to teach Shaykh Sayyid Ahmad radhiAllahu 'anhu the zikir, selawat and istighfar that is the most significant and eminent. And so the prophet of Allah, Khidr 'alaihis salam taught Shaykh Sayyid Ahmad radhiAllahu 'anhu the sayings of the Tahlil Khusus, Selawat Azimiah and Istighfar Kabir. [8] In that meeting, Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam also explained to Shaykh Sayyid Ahmad radhiAllahu 'anhu on the significance anf secrets of the Tahlil Khusus, Selawat Azimiah dan Istighfar Kabir. Afterwards Rasulullah shallAllahu 'alaihi wasallam transmitted those dzikir to Shaykh Sayyid Ahmad radhiAllahu 'anhu directly, without any intercessor. [9]

And so this great tariqah was inherited and formed, lead and propagated by the distinguished sufi master al-Qutb al-Muhaqiqqin Tuan Shaykh Sayyid Ahmad ibn Idris radhiAllahu 'anhu.








____________________________________

[1] The Ulama felt honoured when they get the transmission from him, amonst those, Sayyid Muhammad Ali as Sanusi, Mufti Zabid Yaman Shaykh Abdur Rahman ibn Sulaiman al Ahdali, Qadhi Hassan ‘Akish. Imam Muhammad bin Ali Syaukani gave his endorsement, as was recorded by Shaykh Soleh Al Ja’afari, al-Muntaqa al-Nafis fiManaqib Qutb Dairah al-Taqdis Sayyidi Ahmad ibn Idris, pg 27

[2] Shaykh Ahmad bin Muhammad Sa’id radhiAllahu 'anhu, 1354H/1935M. Majmuk, al-Ahmadiyah Press, Singapore, (written in Jawi), pg 13

[3] Shaykh Ahmad bin Muhammad Sa’id radhiAllahu 'anhu, (without date). Faraid al-Ma’thir al-Marwiyah li al Tariqah al-Ahmadiyah al-Rashidiyah al-Dandarawiyah, published by Sungai Ujung Press (written in Jwai), in the 4th Chapter pg 34

[4] Knut S. Vikor, Sufi and Scholar, pg 120.

[5] Al-Sayyid Muhammad ibn Ali al-Sanusi al-Khattabi al-Hasani. Kitab Al-Manhal al-Rawiy al-Ra’iq fi Asanid al-‘Ulum wa Usul al-Tara’iq

[6] Al-Shaykh Al-Sayyid Ibnu Idris. Kitab Al-Raksu wal Ghanaa’ was Sima’ ‘indal Thoriqatul Shufiyyah (Tarian, Nyanyian & al-Sima’ dalam Tariqah Tasawwuf, published by the Mufti Office of Negeri Sembilan Darul Khusus -written in Malay- pg 5)

[7] Hadhihi Turjumah Sidi Ahmad, (Egypt : Dar al-Kutub al-‘Arabiyyah, without date) pg 2-4

[8] Ibid.

[9] Shaykh Ahmad bin Muhammad Sa’id radhiAllahu 'anhu. Faraid al-Ma’thir al-Marwiyah li al Tariqah al-Ahmadiyah al-Rasyidiyah al-Dandarawiyah, written in Jawi, pg 37

____________________________________________________________

Rabu, 07 Januari 2009

FROFIL ABUYYA HABIB AHMAD BIN HUSIEN ASSEGAF



KHIDMAH MEMBAWA BERKAH

Berparas putih bersih dan sekaligus berwibawa, itulah kesan pertama kali bertemu dengan salah satu santri senior Sayyid Muhammad Al-Maliki itu. Beliau adalah Habib Ahmad bin Husien bin Abu Bakar Assegaf. Ustadz Ahamd ini adalah Cucu Seorang Waliyullah yang hidup pada Zaman Qutb Al-Habib Abu Bakar Gresik. Kiprah Ustadz Ahmad ( begitu beliau akrab disapa) dikenal oleh umat sebagai tokoh ulama Sunni Bangil yang konsisten mengkonter pemiiran Syiah selama ini. Kota Bangil juga dikenal sebagai kandang Syi'ah.
Pendidikan ditempuh di SD dan SMP Islam Bagil. Lalu Nyantri di Pondok Pesantren darunnasyi'in Lawang selama kurang lebih dua tahun. " saat itu Muassis ( pendiri )nya. yaitu Habib Muhammad Ba'abud masih hidup dan mengejar. Dan tetap Istiqomah mengajar meskipun Kondisi kesehatannya semakin menurun, " kenang ustadz.. Setelah itu dia Melanjutkan pendidiakn di Bondowoso, belajar pada seorang guru yang dijuluki " Tafsir Berjalan" Habib Hasan Baharun. Di sanalah Habib Ahmad bertemu Ustdz Ihya' , dan KH muis Tirmidzi yang nantinya bersama-sama menenpuh perjalanan sejarah yang menjadikan aktivitas nya mengajar di Ummul Qora'. Berikut beliau semasa nyantri di Abuya Maliki.
Waktu itu, kira-ra tahun 1976, saya bersama 9 orang rombongan pemuda dengan Ihya' Ulumiddin sebagai pemimpinnya bermaksud menempuh kuliah di Ummul Qora ke Mekkah, ketika dalam tengah perjalanan dijakarta kami bertemu dengan seorang ulama' yang wajahnya tampan. kemudian ketika diberahukan maksud dan tujuan kami ke Mekkah untuk kuliah di Ummul Qura' beliau mengatakan : " Saya doakan selamat Insya Allah Ketemu nanti disana."
Setelah 19 hari naik kapal laut. Sampailah rombongan di Saudi di sana kita ditampung di rumah seorang Habib. Ketika sedang menunggu waktu ta'lim di masjid, ada pengajian yang diasuh oleh orang yang gagah dan bersinar. tahulah kami bahwa ulama itu adalah yang kami di Jakarta lalu.
Beliau kemudian memanggil kami dan diajak berkenalan. setelah rombongan pemuda pimpinan Ustdz Ihya' itu bercerita bahwa mereka tidak memiliki surat rekomendasi untuk masuk ke Ummul Qura'. Maka ulama tampan yang tidak lain adalah Sayyid Muhammad Al-Maliki itu menulis secarik kertas : " Bawa saya merekomendasikan santri fulan, fulan,....( Rombongan Ustadz Ihya' ) mohon untuk dimasukkan sebagai mahasiswa, kalau tidak diterima maka saya yang akan berhenti" . Dengan rekomendasi tersebut kelak rombongan pemuda tersebut diterima di Ummul Qura'.
Ketika sedang berada di Masjidil Haram, Rombongan itu ditanya oleh Sayyid Maliki:" Di mana kalian tinggal?" Kemudian mereka menjawab bahwa mereka tinggal di Syaikh Jabir, dan 2 bulan sebelum haji kami harus keluar, karena tempatnya akan disewakan. Kemudian Sayid Maliki menjawab: "Aku lebih berhak dari Syaikh Jabir, kamu adalah anak Kiai dan Saadah, besok kamu ke rumah, di sana ada majelis Rouhah", "Keesokan harinya kita pun datang ke sana, beliau sedang membaca kitab satu sambil duduk bersama 6 orang. Memang, itu Maliki masih belum dikenal sekarang. Menteri-menteri, dan tamu-tamu besar masih belum ada yang datang ke rumahnya ." kata Habib Ahmad.
Singkat cerita Habib Ahmad.
Singkat cerita, Habib Ahmad dan kawan-kawan akhirnya dipersilahkan tinggal di rumah Sayid Muhamad Al-Maliki. Waktu itu, disamping mendapatkan jatah 2000 real dari Asrama Ummul Qura', mereka juga diberi uang saku oleh Sayid Maliki untuk uang jajan. Keperluan sehari-hari mulai dari sabun, makan, pakaian, dan kitab semuanya ditanggung oleh Sayid Maliki. Sehingga banyak uang sisa yangn akhirnya dikirim ke Indonesia.
dalam kesehariannya, para pemuda thalabul ilmi itu kuliah di Ummul Qura', pada pagi hari sedangkan pada malam hari mengaji Kitab-kitab besar kepada Sayid Maliki. Disela-sela pengajian itulah mereka merasakan nikmatnya pengajian itu, dan merasa gundah dibangku kuliah. Waktu itu Ihya' Ulumiddin sebagai pembina rombongan melakukan istikarah. Dari hasil istikarahnya ia melihat ada sebuah api yang menjerumuskan mereka semua dan Sayid Muhammad Al-Maliki yang menolong dan mengangkat dari api tersebut.
Akhirnya para pemuda tersebut memutuskan untuk berhenti belajar di Ummul Qura' - yang memang banyak di pengaruhi oleh ajaran Wahabi. Mereka lalu nyantri secara penuh kepada Sayid Muhammad Al-Maliki."Akhirnya Waktu subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya', semua diisi dengan pelajaran oleh Abuya. Waktu untuk muhala'ah pun hampir tidak ada. " Tuturnya menambahkan.
"Malam jam 10 kita memijat Abuya, ada yang sambil cerita, ada yang beli makanan, minum-minum bersama. Itulah Abuya, sama muridnya dianggap layaknya seorang teman. Kita diajak bergurau, sampai kadang-kadang berlebihan." imbuhnya.
Hingga akhirnya, Sayid Maliki mengikuti jejak para muridnya untuk berhenti dari Ummul Qura'. Banyak pengurus Jami'ah (Universitas) yang datang, untuk membujuk Sayid Maliki agar tidak berhenti mengajar. Mereka menawarkan segalanya agar Sayid Maliki melanjutkan mengajar di Ummil Qura'. Namun Sayid Malik tetap menolak, seraya berkata: "Saya berhenti karena ada tugas yang lebih besar. Saya akan membuka pendidikan sendiri."
Walaupun Sayid Maliki berhenti mengajar tetapi Menteri saat itu memutuskan untuk tetap memberikan gaji terhadap Sayid Maliki atas jasa-jasanya terhadap Jami'ah dan negara. Namun, semua itu ditolak oleh beliau. Hadiah dan penghargaan semua ditolak, itu semua dilakukan karena beliau memang niat awalnya hanya mengajar, tidak untuk mencari popularitas, kedudukan apalagi kekuasaan.
Setelah sekian waktu mendirikan "pesantren", Sayid Maliki yang akrab dipanggil Abuya, waktu itu banyak kedatangan tamu dari berbagai daerah dalam dan luar negeri. "Banyak Menteri yang datang. Ulama-ulama, auliya'-auliya' semua berdatangan. Beliau juga mengadakan safari dakwah ke Amerika, London, dan Perancis. Kadang kita ditinggal I bulan sama Abuya. Ada Syaikh Jabir menggantikan Abuya mengajar." Kisah sang ustadz ini.
Pagi, siang, dan malam Sayid Maliki mengajar ditempatnya dan tidur di situ pula, dengan alas karpet serta menggunakan kelambu yang tipis untuk selimut. Waktu beliau banyak yang digunakan untuk mengajar para murid , Sayid Maliki masuk ke ruangan keluarga manakala ada kepentingan dan keperluan sekedarnya. Di luar itu, banyak waktu yang beliau habiskan bersam muridnya. " Ketika berkumpul dengan Abuya teman-teman kami ada yang kebagian hizib, ada yang memijit, ada yang menulis perkataan Abuya, semua ada bagian khitmahnya."
Pada malam hari beliau tidak masuk ruangan keluarga kecuali ada kepentingan, bahkan hingga wafatpun ia bersama muridnya. Ini tidak lain beliau lakukan demi menauladani Rasulullah SAW menghabiskan banyak waktunya bersama para sahabat yang disebut ahli suffah. Kecuali pada malam harinya, beliau pergi ke rumah istri-istrinya.
Selain itu, pagi dan siang para sahabat belajar bersama Nabi, shalat jama'ah bersama Nabi, makan dan tidur di terasnya Nabi. "Kita pun juga seperti itu", ujar Ust. Ahmad.
Pada tengah malam ketika sedang dipijit, beliau kadang tertidur, lalu tiba-tiba bangun dan pergi ke belakang untuk ambil air wudhu', shalat sunnah, kemudian tidur lagi hingga waktu sahur jam 3 beliau bangun dan terjaga sampai waktu dhuha. Semua santri abuya berkhidmah bersamanya. "Saya biasa kebagian membuat teh untuk para tamu. Sering kali kalau kita lagi merasa kecapekan, ketika itu Abuya merasa kasihan melihat kami, kemudian beliau: "Ya Saggaf man khadam kholim".
Hidup di rumah Abuya adalah seperti surga. Tidak terulang. semuanya manis tidak ada yang pahit. Beliau senag kalau murid itu berkhidmah. Diantaranya adalah saya. Dan seperti yang lain, waktu saya banyak tersita untuk khidmah kepada Abuya".
Pengajian Sayid Maliki sangat padat. Beliau mengajar di Babus salam (Masjidil Haram), dari mulai habis Maghrib sampai Isya'. Sebelumnya, di rumah beliau juaga ada pengajian. Pengajian dimulai pada pukul 15.00 sampai menjelang Maghrib. "Setelah shalat Isya'berjama'ah, Abuya kadang melihat beberapa anak yang disenagi untuk diajak. Suatu saat ia memanggil saya: Saggaf, Ta'al ! selendangnya dilemparkan ke saya kitab disuruh bawa teman-teman. Terus saya diajak ke Jeddah, Tha'if, dan menghadiri undangan menteri himgga menjelang malam".
"Pulang sampai di rumah, saya merasa capek, kemudian saya disuruh mijit kadang-kadang sampai ketiduran dipangkuannya. Hingga digerakkan kaki beliau saya kaget". Hingga terkadang saya tidak ikut pengajian beliau di pagi hari, beliau cuma bertanya kenapa tidak masuk kepada saya sambil ketawa. ES

Bagian II

Keistimewaan Habib Ahmad adalah santri yang tidak pernah dipukul Sayyid Maliki. " Sampai Ustadz Jauhari berkata " bacaan apa kok Abuyya sungkan untuk Mukul Entr? Malah ada teman-teman mau dipukul Abuya ada saya tidak jadi." kisah Sayyid yang usainya bertaut sekitar 8 tahun dengan Sayyid Maliki ini.
" Abuya adalah seorang pendidik, watak saya memang keras, hal itu beliau tahu. ketika sedikit kurang adab pada beliau di mamfaatkan. Malah kalau saya marah beliau ketawa. Kadang saya digoda. Beliau pernah cerita kepada santri kalau Seggaf begini-begini, terus saya turun, beliau bilang Saggaf! jangan tinggalkan ana Ya Saggaf. Akhirnya saya pun disuruh naik keatas lagi. " Begitulah salah satu bentuk keakraban guru dan murid.
semasa Habib Ahmad belajar menuntut ilmu di Abuyya MAliki, ia sering sekali membersihkan mobil kendaraannya yag pada waktu itu rumahnya masih di Utaibiah ( 1 KM dari Masjidil Haram ). Membersihkannyapun di Pinggir jalan bukan di dalam garsi.
" Saya bersihkan sendiri, dan disitu banyak sekali jamaah dari Jawa, MAdura dalam hati saya berkata: kenapa kok saya yang ditunjuk ? Tapi Abuyya memerintahkan saya dengan berkata: Nadhif bi yadika Syarif (bersihkan mobil ini dengan tanganmu yang mulia ) kemudian dalam pikiran saya di balik hal ini pasti ada maksudtertentu dari Abuyya mungkin dengan ini bisa menghilangkan kesombongan saya."
" Abuyya sewaktu itu berada di atas lantai tingkat lima kemudian Ustadz Ali Karar datang dan berkata : T Sayyid jangan Antum, Ana Aja yang bersihkan kalau kamu anggak pantas! Tapi saya jawab : " Tidak! ini perintah dari Abuya".
Setelah selesai kemudian saya dipanggil oleh beliau dengan sapaan yang khas " Ya Waladi " hai anakku kesini, sewaktu saya menyuruh kamu untuk membersihkan mobil itu demi Allah kaki kamu berada disini ( sambil beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya). Saya tidak melihat kamu kecuali cucu dari HAbib Abdurrahman Assegaf, saya tidak ada maksud menghinamu dan saya menghormati kamu.
Juga sewaktu berada di Arafah pada saat itu kita memakai pakaian ihram. Berjalan rombongan bersama Habib Ali Al-Ziid dari Hadramaut, kemudian Abuyya memanggil saya " Ya Seggaf kesini, ambil tisu-tisu dijalan ini dan masukkan kedalam sampah" Padahal tisu-tisu tersebut dari bekas orang yang sangat orang yang sangat menjijikan bekas ingus segala macam. Dalam hati saya mudah-mudahan saya mendapat berkah dari Abuyya san berkhidmah kepada kaum muslimin dengan senang hati saya memunguti tisu tersebut dan saya buang ke tempat sampah, sampai akhirnya saya ketinggalan rombongan agak lama kemudian Habib Ali Al-Ziid agak mundur beberapa langkah dan menghampiri saya sembari berkata " Ya seggaf barokah sabar atas gurumu ! spontan saya bilang Amiinn...........
Pada saat saya pulang dari Arofah saya sengaja menunda towaf Ifadhoh sekira satu bulan biar agak sepi dan enak mengerjakan towaf, setelah hampir sebulan saya kemudian melakukan towaf sekitar pukul 12 malam pada akhirnya selesai dan saya istirahat di Babus Salam sambil merenung kemudian memikirkan Ayah dan Ibu di rumah. Tiba-tiba ada yang mendekap dari belakang saya dan ternyata adalah Abuyya Maliki, Saya cium tangan beliau dan beliau berkata " YA Waladi kesini dan dengarkan Allah dan Ka'bah menjadi saksi kamu akan pegang selendangku ( Rida' ) " spontan dalam diri sya sangat senag sekali dan kemudian Abuyya meletakkan selendang ( Rida' ) di Bahu saya yang kemudian mengajak saya untuk pulang.
HAl inilah yang membuat saya paling berkesan dalam diri saya, sampai sekarang barokah berkhidah kepada Abuyya menghasilkan kenikmatan sampai-sampai saya sendiri tidak pernah kepasar, kekantor pos, tidak tahu berapa harga gula, sembako dan lainnya, karena semua ada yang mengerjakan. Subhanallah !
Semua yang ada pada diri saya di kehidupan saya, segala urusan saya berkhidmah lebih mantap pasti sekarang ini kehidupan saya lebih baik dan saya sendiri tidak pernah jalan sendiri semuanya dilakukan orang lain bahkan sebelum ada pondok ini ( Pesantren Darul Ihya' Liulumiddin ). sampai akhirnya berdiri pondok ini san saya tidak pernah meminta dari bantuan terhadapa peemerintah wlau satu rupiahpun, walhasil semua murid dari pada Abuya Maliki itu semua bermamfaat Cuma jalan nya berbeda-beda.
Alhamdulillah, di sini saya mencetak kader. Murid Saya sedah banyak yang bisa mengajar atau menjadi ustadz baik itu di dalam pondok ataupun di luar pondok.
Kadangkala sya memang hanya bisa mengajar beberapa murid saja tapi mudah-mudahan murid tersebut bisa lebih mengajar ribuan orang hal inilah kenapa ilmu itu harus di amalkan dan diajarkan, akan tetapi semua itu tujuannya hanya satu yakni mencari keridhoa'an Allah.

Selasa, 06 Januari 2009

Keutamaan Ilmu

Dalil-dalilnya dari Al-Qur'an adalah firman Allah 'azza Wa Jalla :
" Syahidallahu annahu laaailaaha illa huwa walmalaaikatu waulul 'ilmi qooiman bilqisthi " (Ali 'Imram : 18 ).
Artinya : " Allah menyatakan bahwanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakakan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu ( juga menyatakan yang demikian itu ) " ( Ali 'Imran : 18 ).


Maka lihatlah bagaimana Allah SWT memulai dengan dirinyaNya, keduanya dengan malaikat dan ketinya dengan orang-orang ahli ilmu. Dengan ini cukuplah bagimu ( untuk mengetahui )
kemuliaan, keutamaan.

Allah Ta'ala berfirman :
" Yarpa'illahu llazdina aamauuminkum wallazdiina uutul 'ilma darajaatin" ( Al Mujadilah : 11 )
Artinya : " Niscayaa Allah akan meningkgikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat " ( Al Mujadilah : 11 )

Ibnu Abbas ra berkata : " para Ulama memperoleh beberapa derajat diatas kaum mu'minin dengan tujuh ratus derajat yang sama antara dua derajat itu perjalanan lima ratus tahun. Dan Allah Azza Wa Jalla beriman :
" Innamaa yakhsya llaaha min 'ibaadihil 'ulamaaa uu" ( Fathir : 28 )
Artinya : " Sesungguhnya yan takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah Ulama' " ( Fathir : 28 )

Allah Ta'ala berfirman :
" Watilkal amtsaalu nadhribuhaa linnaasi wamaaya'kiluhaaa illal 'aalimuuna ( Al 'Ankabut : 43 )
Artinya : Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang ber ilmu." ( Al 'Ankabut : 43 )

Allah Ta'ala berfirman :
" Walau radduuhu ila rrasuli wailaa ulil amri minhum la'alimahuu llazdiina yastanbithuunahuu minhum ( An nisa' : 83).
Artinya : " Kalau mereka meyerahkannnya kepada Rasul dan Ulil amri di antara mereka tentang orang0orang yang ingin mengetahui kebenarannya ( akan dapat ) mengetahuinya dari mereka ( Rasul dan Ulil amri ) "( An nisa' : 83).

Allah menyerahkan hukumNya mengenai beberapa peristiwa kepada Istibath mereka, dan Dia menyusulkan tingkat meraka kepada tingkat para Nabi dalam menyingkap hukum Allah.

Dan ada ulama' yang mengatakan mengenai firman Allah Ta'ala :
" Yaa banii aadama qod anzalnaa 'alaikum libaasann yuwaarii wariisyann walibaasu ttaqwaa ( Al A'raf : 26 )
Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi " auratmu" dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa " ( Al A'raf : 26 )
Yang dimaksud dengan pakaian adalah ilmu, pakaian indah adalah keyakinan dan pakaian takwa adalah malu.

Beliau SAW bersabda :
" Al Ulamaa u waratsatul ambiyaa i " ( H.R. abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya dari Abu Darda'. )
Artinya : " Ulama itu adalah para pewaris Nabi.

Dan diketahui ( sudah maklum ) bahwasanya tidak ada derajat diatas derajat para Nabi, dan tidak ada kemulian di atas mulianya pewarisan derajat itu.
Beliau SAW bersabda :
" Yastagfiru lil'aalimi maa pissamaawaati wal ardhi." ( Ini adalah sebagian Hadist Abu Darda' . )
Artinya : " Sesuatu yang di langit dan bumi itu memohonkan ampunan bagi orang a'lim ( pandai )

Kedudukan manakah yang melebihi kedudukan orang yang mana malaikat langit dan bumi sibuk memohonkan ampunan baginya ? Ia sibuk dengan dirinya sendiri, padahal mereka sibuk memohonkan ampunan baginya ? .

Beliau SAW bersabda :
" Innalhikmata taziida syariipa syarapann watarpa'u lmamluuka hatta yudrika madaarikalmuluuki. ( H.R. Abu Na'im dalam Al Hilyah, Ibnu Abdil Barr dalam Bayaul Ilmi, dan Abd. Ghani dalam Adabul Muhaddits dari hadits Anas dengan sanad yang lemah. )
Artinya : " Sesungguhnya hikmah ( ilmu ) itu menambah orang yang mulia akan kemuliaan dan mengangkat hamba sahaya sehingga ia mencapai capaian raja-raja. )

Beliau telah meningkatkan dengan ini akan buah-buahnya di dunia, dan telah diketahui bahwasanya akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal.








Anjuran bersyalawat kepada nabi muhammad SAW

Kita hidup didunia ini ingin mendapatkan syafaat Rasullullah makanya kita dianjukan oleh Allah SWT untuk bersyalawat kepada Orang yang paling dicintainya Sampai-sampai malaikat yang mulia juga disuruh untuk mengucapkan syalawat kepada Rasullah dan juga Allah pun bersyalawat Kepada Rasulullah Sebagai mana didalm Al-Qur'an di lafadzkan "Innallaha wamala ikatahu Yusyalluna 'alannabi yaa ayuhallazina amanu syallu alaihi wasallimu taslima". Sesungguhnya Allah dan para Malaikat bersyalawat kepada Nabi SAW, dan Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman untuk bersyalawat kepada Nabi muhammad SAW. Nah jadi kita harus bersyalawat kepada pangkuan kita Nabi Muhhamd SAW.