Kamis, 20 Agustus 2009

Pakaian Wanita dlm Shalat

penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah
new1 Wanita dlm Sorotan 14 - Agustus - 2003 07:10:45

Pakaian wanita saat mengerjakan shalat memiliki aturan tersendiri. Tiap wanita hendak memperhatikan pakaian ketika shalat tdk boleh seenak meski shalat dilakukan sendirian.

Di masa jahiliyah kata Ibnu ‘Abbas wanita biasa thawaf di Ka`bah dlm keadaan tanpa busana. Yang tertutupi hanyalah bagian kemaluannya. Mereka thawaf seraya bersyair:
Pada hari ini tampak tubuhku sebagian atau pun seluruhnya
Maka apa yg nampak dari tidaklah daku halalkan

Maka turunlah ayat :
“Wahai anak Adam kenakanlah zinah1 kalian tiap kali menuju masjid”. (Shahih HR. Muslim no. 3028)

Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Dulu orang2 jahiliyah thawaf di Ka`bah dlm keadaan telanjang. Mereka melemparkan pakaian mereka dan membiarkan tergeletak di atas tanah terinjak-injak oleh kaki orang2 yg lalu lalang. Mereka tdk lagi mengambil pakaian tersebut utk selama hingga usang dan rusak. Demikian kebiasaan jahiliyah ini berlangsung hingga datanglah Islam dan Allah memerintahkan mereka utk menutup aurat sebagaimana firman-Nya:
“Wahai anak Adam kenakanlah zinah kalian tiap kali shalat di masjid”.

Nabi  bersabda:
“Tidak boleh orang yg telanjang thawaf di Ka`bah”. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi 18/162-163)

Hadits di atas selain disebutkan Al-Imam Al-Bukhari t pada nomor di atas pada kitab Al-Haj bab “Tidak boleh orang yg telanjang thawaf di Baitullah dan tdk boleh orang musyrik melaksanakan haji” disinggung pula oleh beliau dlm kitab Ash-Shalah bab “Wajib shalat dgn mengenakan pakaian.” Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t dlm syarah terhadap hadits di atas dlm kitab Ash-Shalah berkata: “Sisi pendalilan hadits ini terhadap judul bab yg diberikan Al-Imam Al-Bukhari adl bila dlm thawaf dilarang telanjang mk pelarangan hal ini di dlm shalat lbh utama lagi krn apa yg disyaratkan di dlm shalat sama dgn apa yg disyaratkan di dlm thawaf bahkan dlm shalat ada tambahan. Jumhur berpendapat menutup aurat termasuk syarat shalat”.

Al-Imam Asy-Syaukani t berkata dlm tafsirnya: “Mereka diperintah utk mengenakan zinah ketika datang ke masjid utk melaksanakan shalat atau thawaf di Baitullah. Ayat ini dijadikan dalil utk menunjukkan wajib menutup aurat di dlm shalat. Demikian pendapat yg dipegangi oleh jumhur ulama. Bahkan menutup aurat ini wajib dlm segala keadaan sekalipun seseorang shalat sendirian sebagaimana ditunjukkan dlm hadits-hadits yg shahih.” .

Ada perbedaan antara batasan aurat yg harus ditutup di dlm shalat dgn aurat yg harus ditutup di hadapan seseorang yg tdk halal utk melihat sebagaimana ada perbedaan yg jelas antara aurat laki2 di dlm shalat dgn aurat wanita.

Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “Mengenakan pakaian di dlm shalat adl dlm rangka menunaikan hak Allah mk tdk boleh seseorang shalat ataupun thawaf dlm keadaan telanjang walaupun ia berada sendirian di malam hari. mk dgn ini diketahuilah bahwa mengenakan pakaian di dlm shalat bukan krn ingin menutup tubuh dari pandangan manusia krn ada perbedaan antara pakaian yg dikenakan utk berhijab dari pandangan manusia dgn pakaian yg dikenakan ketika shalat”.

Perlu diperhatikan di sini menutup aurat di dlm shalat tidaklah cukup dgn berpakaian ala kadar yg penting menutup aurat tdk peduli pakaian itu terkena najis bau dan kotor misalnya. Namun perlu memperhatikan sisi keindahan dan kebersihan krn Allah  dlm firman-Nya memerintahkan utk mengenakan zinah ketika shalat sebagaimana dlm ayat di atas. Sehingga sepantas seorang hamba shalat dgn mengenakan pakaian yg paling bagus dan paling indah krn dia akan ber-munajat dgn Rabb semesta alam dan berdiri di hadapan-Nya. Demikian secara makna dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah t dlm Al-Ikhtiyarat hal. 43 sebagaimana dinukil dlm Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni‘ 2/145.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t membawakan beberapa syarat pakaian yg dikenakan dlm shalat. Ringkas adl sebagai berikut:
1. Tidak menampakkan kulit tubuh yg ada di balik pakaian
2. Bersih dari najis
3. Bukan pakaian yg haram utk dikenakan seperti sutera bagi laki2 atau pakaian yg melampaui/ melebihi mata kaki bagi laki2 .
4. Pakaian tersebut tdk membuat bahaya bagi pemakainya.

Bagian Tubuh yg Harus Ditutup

Berkata Al-Khaththabi t: “Ulama berbeda pendapat tentang bagian tubuh yg harus ditutup oleh wanita merdeka dlm shalatnya. Al-Imam Asy-Syafi`i dan Al-Auza`i berkata: ‘Wanita menutupi seluruh badan ketika shalat kecuali wajah dan dua telapak tangannya.’ Diriwayatkan hal ini dari Ibnu Abbas dan ‘Atha. Lain lagi yg dikatakan Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam: ‘Semua anggota tubuh wanita merupakan aurat sampaipun kukunya.’ Al-Imam Ahmad sejalan dgn pendapat ini beliau menyatakan: ‘Dituntunkan bagi wanita utk melaksanakan shalat dlm keadaan tdk terlihat sesuatupun dari anggota tubuh tdk terkecuali kukunya’.” 2.

Sebenar dlm permasalahan ini tdk ada dalil yg jelas yg bisa menjadi pegangan kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t. . Oleh krn itu Ibnu Taimiyyah t berpendapat seluruh tubuh wanita merdeka itu aurat kecuali bagian tubuh yg biasa nampak dari ketika di dlm rumah yaitu wajah dua telapak tangan dan telapak kaki.

Dengan demikian ketika seorang wanita shalat sendirian atau di hadapan sesama wanita atau di hadapan mahram dibolehkan bagi utk membuka wajah dua telapak tangan dan dua telapak kakinya. . Walaupun yg lbh utama bila ia menutup dua telapak kakinya.

Dan bila ada laki2 yg bukan mahram mk ia menutup seluruh tubuh termasuk wajah.

Pakaian Wanita di dlm Shalat

Di sekitar kita banyak kita jumpai wanita shalat dgn mengenakan mukena/rukuh yg tipis transparan sehingga terlihat rambut panjang tergerai di balik mukena. Belum lagi pakaian yg dikenakan di balik mukena terlihat tipis tanpa lengan pendek dan ketat menggambarkan lekuk-lekuk tubuhnya. Pakaian seperti ini jelas tdk bisa dikatakan menutup aurat. Bila ada yg berdalih “Saya mengenakan pakaian shalat yg seperti itu hanya di dlm rumah sendirian di dlm kamar dan lampu saya padamkan!” mk kita katakan pakaian shalat seperti itu tdk boleh dikenakan walaupun ketika shalat sendirian tanpa ada seorang pun yg melihat krn pakaian demikian tdk mencukupi utk menutup aurat sementara wanita ketika shalat tdk boleh terlihat bagian tubuh kecuali wajah telapak tangan dan telapak kaki.

Terlebih lagi pelarangan bahkan pengharaman bila pakaian seperti ini dipakai keluar rumah utk shalat di masjid atau di hadapan laki2 yg bukan mahram.

Bila demikian bagaimana sebenar pakaian yg boleh dikenakan oleh wanita di dlm shalatnya?
Permasalahan pakaian wanita di dlm shalat ini datang penyebutan dlm beberapa hadits yg marfu‘ namun kedudukan hadits-hadits tersebut diperbincangkan oleh ulama seperti hadits Aisyah x:
“Allah tdk menerima shalat wanita yg telah haidh kecuali bila ia mengenakan kerudung ”.
Hadits ini kata Al-Hafizh Ibnu Hajar tdalam At-Talkhisul Habir dianggap cacat oleh Ad-Daraquthni krn mauquf- } sedangkan Al-Hakim menganggap mursal .

Ummu Salamah x pernah berta kepada Rasulullah : “Apakah wanita boleh shalat dgn mengenakan dira`3 dan kerudung tanpa izar4?”

Rasulullah menjawab:
“ apabila dira` itu luas/lapang hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya”.

Hadits Ummu Salamah ini tdk shahih sanad baik secara marfu’ maupun mauquf krn hadits ini berporos pada Ummu Muhammad bin Zaid sementara dia rawi yg majhul . Demikian diterangkan Asy-Syaikh Al-Albani dlm Tamamul Minnah hal. 161.

Walaupun demikian ada riwayat-riwayat yg shahih dari para shahabat dlm pemasalahan ini sebagaimana akan kita baca berikut ini.

Abdurrazzaq Ash-Shan‘ani t meriwayatkan dari jalan Ummul Hasan ia berkata: “Aku melihat Ummu Salamah istri Nabi  shalat dgn mengenakan dira‘ dan kerudung.” 5.

Ubaidullah Al-Khaulani anak asuh Maimunah x mengabarkan bahwa Maimunah shalat dgn memakai dira` dan kerudung tanpa izar. 6

Masih ada atsar lain dlm permasalahan ini yg kesemua menunjukkan shalat wanita dgn mengenakan dira‘ dan kerudung adl perkara yg biasa dan dikenal di kalangan para shahabat dan ini merupakan pakaian yg mencukupi bagi wanita utk menutupi aurat di dlm shalat.

Bila wanita itu ingin lbh sempurna dlm berpakaian ketika shalat mk ia menambahkan izar atau jilbab pada dira‘ dan kerudungnya. Dan ini yg lbh sempurna dan lbh utama kata Asy-Syaikh Al-Albani t. Dengan dalil riwayat dari Umar ibnul Khaththab z ia berkata: “Wanita shalat dgn mengenakan tiga pakaian yaitu dira‘ kerudung dan izar.

Jumhur ulama sepakat pakaian yg mencukupi bagi wanita dlm shalat adl dira‘ dan kerudung.

Ibnu Qudamah t mengatakan: “Disenangi bagi wanita utk shalat mengenakan dira` yaitu pakaian yg sama dgn gamis hanya saja dira` ini lebar dan panjang menutupi sampai kedua telapak kaki kemudian mengenakan kerudung yg menutupi kepala dan leher dilengkapi dgn jilbab yg diselimutkan ke tubuh di atas dira`. Demikian yg diriwayatkan dari ‘Umar putra beliau ‘Aisyah Ubaidah As-Salmani dan ‘Atha. Dan ini merupakan pendapat Al-Imam Asy-Syafi`i t beliau berkata: “Kebanyakan ulama bersepakat utk pemakaian dira` dan kerudung bila menambahkan pakaian lain mk itu lbh baik dan lbh menutup.”

Ibnu Taimiyyah t berkata: “Disenangi bagi wanita utk shalat dgn mengenakan tiga pakaian dira` kerudung dan jilbab yg digunakan utk menyelubungi tubuh atau kain sarung di bawah dira` atau sirwal krn lbh utama daripada sarung. Ibnu ‘Abbas c berkata: ‘Wanita shalat dgn mengenakan dira` kerudung dan milhafah.’ ‘Aisyah x pernah shalat dgn mengenakan kerudung izar dan dira` ia memanjangkan izar- utk berselubung dengannya. Ia pernah berkata: ‘Wanita yg shalat harus mengenakan tiga pakaian bila ia mendapatkan yaitu kerudung izar dan dira`.’

Bolehkah Shalat dgn Satu Pakaian?
Di dlm shalat wanita dituntunkan utk menutup seluruh tubuh kecuali bagian yg boleh terlihat walaupun ia hanya mengenakan satu pakaian yg menutupi kepala dua telapak tangan dua telapak kaki dan seluruh tubuh kecuali wajah. Seandai ia berselimut dgn satu kain sehingga seluruh tubuh tertutupi kecuali muka dua telapak tangan dan telapak kaki mk ini mencukupi bagi menurut pendapat yg mengatakan dua telapak tangan dan telapak kaki tdk termasuk bagian tubuh yg wajib ditutup.

Berkata Ikrimah: “Seandai seorang wanita shalat dgn menutupi tubuh dgn satu pakaian/ kain mk hal itu dibolehkan.” .

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t menyatakan: “Ibnul Mundzir setelah menghikayatkan pendapat jumhur bahwa wajib bagi wanita utk shalat memakai dira` dan kerudung beliau berkata: ‘Yang diinginkan dgn pendapat tersebut adl ketika shalat seorang wanita harus menutupi tubuh dan kepalanya. Seandai pakaian yg dikenakan itu lapang/ lebar lalu ia menutupi kepala dgn sisa/ kelebihan pakaian mk hal itu dibolehkan.’ Ibnul Mundzir juga berkata: ‘Apa yg kami riwayatkan dari Atha’ bahwasa ia berkata: ‘Wanita shalat dgn mengenakan dira` kerudung dan izar’ demikian pula riwayat yg semisal dari Ibnu Sirin dgn tambahan milhafah mk aku menyangka hal ini dibawa pemahaman kepada istihbab7.”

Mujahid dan ‘Atha pernah dita tentang wanita yg memasuki waktu shalat sementara ia tdk memiliki kecuali satu baju lalu apa yg harus dilakukannya? Mereka menjawab: “Ia berselimut dengannya.” Demikian pula yg dikatakan Muhammad bin Sirin.

Demikian apa yg dapat kami nukilkan dlm permasalahan ini utk pembaca. Semoga memberi manfaat .

Wallahu ta‘ala a‘lam bish shawab.

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 09 - November - 2004 22:34:32

Cinta tdk cukup utk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda tdk kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yg telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibunda seorang wanita bangsawan Quraisy Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu saat ayah memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibu sang putri yg menawan ini disunting oleh seorang pemuda Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid saudari perempuan Khadijah . Ketika itu Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung utk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu lahir Umamah dan ‘Ali dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha utk menyambutnya. Namun Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yg berbeda…
orang2 musyrik pun mendesak Abul ‘Ash utk menceraikan Zainab namun Abul ‘Ash dgn tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan utk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah terukir peristiwa Badr. dlm pertempuran itu terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan utk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha utk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yg telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yg dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yg ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yg dia berikan lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab “Baiklah wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yg dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash utk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dgn Zainab lalu bawalah dia kemari.”
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam meninggalkan suami yg masih berkubang dlm kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. dlm perjalanan rombongan itu bertemu dgn seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yg diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yg dibawa oleh rombongan musyrikin itu namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah Abul ‘Ash dgn diam-diam menemui istri Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu Zainab radhiallahu ‘anha berseru dgn suara lantang “Wahai kaum muslimin sesungguh aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari berta “Kalian mendengar apa yg aku dengar?” “Ya wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi “Sesungguh aku tdk mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yg baru saja kalian dengar.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putri dan berpesan “Wahai putriku muliakanlah dia namun jangan sekali-kali dia mendekatimu krn dirimu tdk halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab “Sesungguh dia datang semata utk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka “Sesungguh Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui dan kalian telah mengambil harta sebagai fai’ yg diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan mk kalian lbh berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab “Wahai Rasulullah kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yg dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangan dan tdk berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan tiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia berta “Apakah masih ada di antara kalian yg belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab “Semoga Allah memberikan balasan yg baik padamu. Engkau benar-benar seorang yg mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan “Sesungguh aku bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adl hamba dan utusan-Nya! Demi Allah tdk ada yg menahanku utk masuk Islam saat itu kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah hingga bertemu dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm keadaan Islam.
Enam tahun bukanlah rentang waktu yg sebentar. Akhir penantian yg sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercinta Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suami Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu dgn nikah yg dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka ..
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. tdk lama setelah pertemuan itu Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb- pada tahun kedelapan setelah hijrah meninggalkan kekasih utk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yg memandikan jenazah ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Dari terpapar kisah dimandikan jenazah Zainab radhiallahu ‘anha sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazah dibungkus dgn kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi..
Zainab bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha semoga Allah meridhainya..
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber bacaan:
• Al-Isti’ab karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
• Ath-Thabaqatul Kubra karya Al-Imam Ibnu Sa’d
• Mukhtashar Sirah Ar-Rasul karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
• Shahih As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibrahim Al-‘Ali
• Siyar A’lamin Nubala karya Al-Imam Adz-Dzahabi

Sumber: www.asysyariah.com

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Zainab radhiallahu ‘anha bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

penulis Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 09 - November - 2004 22:34:32

Cinta tdk cukup utk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda tdk kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yg telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibunda seorang wanita bangsawan Quraisy Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu saat ayah memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibu sang putri yg menawan ini disunting oleh seorang pemuda Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid saudari perempuan Khadijah . Ketika itu Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung utk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu lahir Umamah dan ‘Ali dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha utk menyambutnya. Namun Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yg berbeda…
orang2 musyrik pun mendesak Abul ‘Ash utk menceraikan Zainab namun Abul ‘Ash dgn tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan utk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah terukir peristiwa Badr. dlm pertempuran itu terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan utk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha utk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yg telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yg dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yg ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yg dia berikan lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab “Baiklah wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yg dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash utk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dgn Zainab lalu bawalah dia kemari.”
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam meninggalkan suami yg masih berkubang dlm kesyirikan.
Menjelang peristiwa Fathu Makkah Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. dlm perjalanan rombongan itu bertemu dgn seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yg diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yg dibawa oleh rombongan musyrikin itu namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah Abul ‘Ash dgn diam-diam menemui istri Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu Zainab radhiallahu ‘anha berseru dgn suara lantang “Wahai kaum muslimin sesungguh aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari berta “Kalian mendengar apa yg aku dengar?” “Ya wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi “Sesungguh aku tdk mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yg baru saja kalian dengar.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putri dan berpesan “Wahai putriku muliakanlah dia namun jangan sekali-kali dia mendekatimu krn dirimu tdk halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab “Sesungguh dia datang semata utk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka “Sesungguh Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui dan kalian telah mengambil harta sebagai fai’ yg diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan mk kalian lbh berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab “Wahai Rasulullah kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yg dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangan dan tdk berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan tiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia berta “Apakah masih ada di antara kalian yg belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab “Semoga Allah memberikan balasan yg baik padamu. Engkau benar-benar seorang yg mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan “Sesungguh aku bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adl hamba dan utusan-Nya! Demi Allah tdk ada yg menahanku utk masuk Islam saat itu kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah hingga bertemu dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm keadaan Islam.
Enam tahun bukanlah rentang waktu yg sebentar. Akhir penantian yg sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercinta Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suami Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu dgn nikah yg dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka ..
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. tdk lama setelah pertemuan itu Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb- pada tahun kedelapan setelah hijrah meninggalkan kekasih utk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yg memandikan jenazah ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Dari terpapar kisah dimandikan jenazah Zainab radhiallahu ‘anha sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazah dibungkus dgn kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi..
Zainab bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha semoga Allah meridhainya..
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sumber bacaan:
• Al-Isti’ab karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
• Ath-Thabaqatul Kubra karya Al-Imam Ibnu Sa’d
• Mukhtashar Sirah Ar-Rasul karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab
• Shahih As-Sirah An-Nabawiyah karya Ibrahim Al-‘Ali
• Siyar A’lamin Nubala karya Al-Imam Adz-Dzahabi

Sumber: www.asysyariah.com